Januari 28, 2013

Hiatus (lagi)


Libur nulis blog…itu maksud judul di atas (kira2 dibaca ‘haetes’) 

Dua pekan lebih gak nulis, sebenarnya banyak hal yang ingin kubagi....tapi seperti biasa serangan malas nulis senantiasa menggoda. Kali ini sambil ber-video call dengan suami yg lagi studi banding ke bandung, aku pengen berbagi beberapa peristiwa sederhana yang kutemui beberapa hari terakhir.

Tadi pagi, saat nganter si Hira beli snack di swalayan kecil milik sekolahnya, ada 2 murid SD di komplek yg sama masuk ke swalayan tersebut. Dengan ramah salah seorang petugas mendekati dan menyapa mereka : “mas, mau beli apa? bawa kartu ijinnya? ini kan sudah masuk jam belajar?” 
Sapaan ramah itu membuatku terkesan, sepertinya pihak sekolah telah berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingannya sebagai upaya mendisiplinkan anak2 didiknya dengan cara yg bijak.

Crita lainnya, jumat kemarin, di acara syukuran aqiqah keluarga, menu yg dihidangkan enak banget, gule dan krengsengan hasil olahan Markaz Aqiqah (hubungi mbak Ningrum di 92623747 atau lihat website-nya di www.alfalahaqiqah.com wuih..mudah2an aku gak salah merekomendasikan nih).
Selain masakannya enak, fresh (bahkan sampai 8 jam kemudian), potongan gule dan krengsengannya juga besar2, porsinya pas, harganya sangat bersaing, pelayanan dan penyajiannya juga profesional, serta insya Allah sesuai syariat (wallahu a'lam).
Alhamdulillah gak ada tuh kejadian seperti yg dialami ibuku, pernah dapet hantaran nasi kotak aqiqah (produk 'X' Aqiqah) yg semua masakannya hampir basi alias kecut :(

Januari 11, 2013

Deep reading vs Speed reading


Menarik membaca tulisan “Melatih Mereka Sabar” oleh Fauzil Adhim penulis kolom parenting di majalah Hidayatullah edisi 08 XXV desember 2012.

Berikut kutipan tulisan beliau :

“ Jika murid dididik, dilatih, dan digembleng untuk siap menghadapi kesulitan, maka ia akan sampai pada keadaan dimana ia merasa ringan terhadap apa-apa yang dirasa sangat berat bagi kebanyak`n orang. Jadi, yang harus dilakukan oleh guru agar murid merasa ringan menghadapi tugas bukanlah dengan meringankan tugas, melainkan menyiapkan diri mereka menghadapi kesulitan, bersabar menjalani dan memberi dukungan untuk terus berusaha.”

Pada paragraf lain ditulis :

 “…..bentuk kesabaran lainnya adalah menahan diri dari keinginan menguasai pelajaran dengan cepat dan beralih ke materi lain sebelum matang. Termasuk dlm hal ini, guru harus menanamkan pd diri murid untuk mengutamakan membaca secara tertib, mendalam, dan tekun (deep reading). Bukan membaca secara cepat (speed reading) karena ingin menguasai pelajaran secara kilat. Jika anda ingin melahirkan seorang murid yg memiliki penguasaan ilmu secara matang, maka membaca secara mendalam dan tertib merupakan pintu yg harus mereka lalui.

Membaca cepat (speed reading) tidak banyak memberi manfaat, kecuali sekedar menumpuk materi pengetahuan……Mari kita ingat firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Dan bacalah al Qur’an itu dengan perlahan-lahan” (Al-Muzammil 73:4). Perintah ini terasa lebih kuat lagi tatkala mengingat firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya” (Al-Qiyaamah75:16)…”

Merasa tergelitik oleh tulisan di atas, kucari referensi tentang speed reading. Salah satunya kutemukan ebook gratis yg cukup lengkap membahas ttg hal tersebut di www.membacacepat.com/ebook/ , yang ditulis oleh Muhammad Noer seorang praktisi industri di sebuah perusahaan multinasional.

Pada ebook yang diberi judul “Speed Reading for Beginners” itu diberikan teknik-teknik membaca cepat antara lain dengan memanfaatkan kata kunci utama dan membangun sebuah pengertian sendiri, membuat catatan Mind Mapping satu  lembar untuk setiap bab, dan membuat garis lurus vertikal di buku atau bahan bacaan. 

Selain itu diberikan juga teknik untuk memutuskan dengan cepat apakah sebuah buku cocok untuk kita atau tidak, yaitu dengan membaca cepat dan sekilas judul buku, sub judul, daftar isi, halaman belakang, kata pengantar dan secara cepat melihat sekilas judul-judul  bab dan heading-nya.  

Pada bagian lain juga ditulis :

“Membaca cepat akan mengajak Anda fokus pada persoalan dan melihat lebih jernih hubungan antar bab, antar paragraf, maupun antar pemikiran yang disampaikan dalam materi bacaan. Ibarat seorang pembalap,  Anda  semestinya  tahu kapan harus mengerem ketika melewati tikungan dan kapan memacu kecepatan setinggi-tingginya di jalur lurus. Seorang pembaca cepat yang terlatih akan punya pola seperti itu di mana pada bagian tertentu bahan bacaan akan membaca sangat cepat, sedikit melambat pada bagian yang lebih khusus, dan mempercepat kembali pada bagian selanjutnya.  

Pembaca cepat yang terlatih juga akan menggunakan pendekatan baca yang berbeda sesuai jenis materinya. Nantinya Anda akan  belajar dan mengalami bahwa membaca cepat akan bisa membawa seseorang dalam kondisi  trance  di mana Anda membaca secepat kilat  sekaligus  sangat menikmati  bacaan. Tidak hanya itu, Anda  bahkan  akan  hanyut dalam bahan bacaan  dimana seluruh isi tulisan terbaca dan terlihat dengan jelas. Hal ini tercapai ketika secara mental Anda berada dalam kondisi yang disebut oleh Paul R Scheele  dalam bukunya  Photoreading  sebagai  relaxed alertness yakni kondisi siaga yang rileks. Inilah kondisi yang disebut para ahli sebagai  accelerative learning state    kondisi di mana seseorang mampu belajar dengan sangat cepat dan mudah.”

Terlepas dari teknik membaca mana yang lebih baik untuk dipilih sesuai kebutuhan kita, coba simak tulisan Kym Gordon Moore yang kuambil dari http://EzineArticles.com/?expert=Kym_Gordon_Moore. Di dalamnya ada kiasan menarik tentang speed reading yang diibaratkan seperti minum beberapa cangkir kopi secara non stop, dan deep reading yang diibaratkan seperti menikmati (dengan cara menghirup pelan-pelan) secangkir teh panas di taman bunga pada musim semi. Berikut tulisannya :

There are advantages to both deep reading and speed-reading. Speed-reading can apply to different types of reading where you skip or skim the text for quicker clues to the meaning of the content. Some readers jokingly equate speed-reading with drinking several cups of caffeinated coffee non-stop. Others feel that deep reading mimics sipping on a cup of hot tea in a spring garden of fragrant flowers. Regardless of your preference, reading is a fundamental element in our brain function. How fast or slow you read depends on your comfort level and retention factor.

There is a concern about the decline in deep reading among parents, librarians, authors and corporate executives. There are some significant advantages to deep reading.  Here are seven reasons that make deep reading so rewarding:

1. It promotes the ability to process what you are reading
2. It is more detail-oriented, instead of skimming snippets of information
3. It gives you an opportunity to savor and understand the words in the text
4. It leaves room for promoting imagination and creativity
5. It builds a relationship with the message behind the author's storyline.
6. It helps writers to develop their craft better and express themselves uniquely.
7. A deep reading environment is rather quiet and devoid of numerous distractions


Although we tend to be visual creatures, deep reading invokes analytical insight. Whatever process you choose, speed or deep reading, continue to read copiously. Reading is fundamental in practically every aspect of our lives, regardless of your profession, social status or creed.

Jadi teringat pesan yang pernah disampaikan oleh seorang praktisi industri pengisi spot “Titik Nol” di radio Suara Surabaya : “there is no shortcut ” .. tidak ada jalan pintas, tidak ada yang instan dalam mencapai kesuksesan.

Januari 09, 2013

elearning : Awareness & Challenge


Jum’at, 4 Januari 2013 alhamdulillah mendapat kesempatan lagi mengisi materi seputar e-Learning, kali ini di sebuah sekolah tinggi di kawasan Surabaya Barat. Presentasi yang diberi topik seperti judul di atas itu diikuti oleh pimpinan, beberapa staf dan dosen disana. Alhamdulillah direspon dan di-apresiasi dengan baik oleh pimpinan sekolah tinggi tersebut… terima kasih Ibu dan Bapak Pimpinan serta semua staf di sana, terima kasih juga untuk IGI-GTZ, lembaga yg telah memberiku banyak ‘modal’ untuk berbagi materi e-Learning selama ini, dan pimpinanku tentunya.

Materi sengaja lebih ditekankan pada tantangan implementasi e-Learning, yang pada umumnya berkutat pada masalah kesiapan budaya self learning, kesiapan budaya organisasi dan keseriusan manajemen dalam menggawangi implementasinya.  Berdasar pengalaman dan banyak referensi yang kurujuk, kesiapan-kesiapan tersebut harus lebih serius diperhatikan daripada teknologi dan konten e-Learning itu sendiri.

Salah satu contoh implementasi sistem e-Learning (LMS) dan strategi yg berhasil diterapkan, kuambil dari sebuah perusahaan perbankan nasional yang kuperoleh dari sebuah majalah komputer dan official website-nya. Di perusahaan tersebut e-Learning telah sukses dimanfaatkan untuk mendukung proses bisnisnya, terutama yang terkait dengan peluncuran produk baru dan pembaruan pemahaman produk tersebut di seluruh cabang, khususnya di lini depan yg langsung bersinggungan dg pelanggan

Dengan strategi awareness, interest, trying  & adopt , strategi tersebut diterapkan antara lain melalui focus group discussion, membentuk change agent yg diambil dari tingkatan kepala cabang atau supervisor, sistem reward & punishment yang terkonsep dan dijalankan dengan baik, serta adanya Training Plan Assessment secara online, shg pegawai bisa melihat perkembangan yg telah diraihnya dan memetakan sendiri spt apa kebutuhannya. Tapi sepertinya ada hal yg perlu diperhatikan, yaitu adanya perubahan paradigma : berkurangnya mendapat uang saku tambahan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan di luar kota, perlu dipertimbangkan kompensasi penggantinya, jika elearning telah banyak mengambil alih hal tersebut ..hehe.. imho (in my humble opinion)

Januari 01, 2013

Sang Plagiat Nomer Satu


Jum’at, 21 Desember 2012, hari itu aku berkesempatan diskusi panjang dengan Ustadzah April-guru anak bungsuku Hira- setelah menerima rapor karakter semester satu.Ada hal yang membuatku harus segera intropeksi, yaitu cerita beliau tentang Hira yang suka mengambil peran sebagai “Ibu” saat bermain atau berinteraksi dengan teman-temannya.

Awalnya Ustadzah April menanyakan siapa yang sering menemani Hira di rumah dan kemungkinan seringnya Hira menonton adegan drama keluarga atau iklan dan sejenisnya di televisi saat aku dan suamiku bekerja. Beliau lantas mengingatkanku tentang sifat dasar anak-anak yang mudah sekali meniru perilaku orang-orang yang sering ditemui atau dilihatnya.

Gak lama berselang, aku juga dibuat ‘surprise’ oleh reaksi anak sulungku Fadhil. Saat itu aku ‘komplain’ padanya karena dia nggak mau ngangkat telepon rumah dengan alasan lagi makan.  Sempet agak terpancing emosiku mendengar alasannya, tapi kemudian aku terdiam saat dia bilang : “kan ibu yang ngasih contoh kalau lagi makan gak usah angkat telepon” .........dieengng !

Kebetulan saat kejadian itu, anak sulungku sedang mengemasi barang-barangnya untuk dibawa ke kampung Inggris di Pare-Kediri. Dia dan beberapa temannya sudah lama punya rencana untuk menghabiskan liburan semester ini dengan mengikuti paket kursus bahasa Inggris singkat di sebuah kampung di Pare yang cukup terkenal itu.

Saat dia berkemas, aku berusaha menebus kekhilafanku, sambil membantunya menata baju dan barang bawaannya, kuberi dia dua buah amplop, yang satu untuk membayar kursusnya, dan satu lagi berisi uang sakunya. Kucoba memberi contoh kepercayaan padanya untuk mengelola uang sakunya sendiri selama liburan panjang kali ini. Dengan riang dia bilang dia akan memanfaatkan uang sakunya, selain untuk makan, beli pulsa, ke warnet, dia juga pengen nyewa sepeda biar bisa keliling kampung dan beli beberapa kaos murah meriah di distro yang banyak terdapat di kampung itu. 

Yah..itulah kami-para orang tua- yang masih perlu selalu diingatkan tentang sifat anak-anak- sang plagiat nomer satu !