November 03, 2015

Rekrut dan Maintain Dosen Tetap

Kamis, 22 Oktober 2015 lalu berkesempatan menghadiri Workshop Rekrutmen Calon Dosen yang diselenggarakan oleh RistekDikti. Rekrutmen dosen yang dimaksud adalah merekrut calon dosen yang sudah menyelesaikan studi lanjutnya melalui program Beasiswa Unggulan (BU) Dikti. Total penerima BU adalah 7126 calon dosen. Sejumlah 3125 telah lulus dan melapor ke Dikti, dan yang ditempatkan baru sekitar 1150 orang. Sepertinya workshop tersebut dimaksudkan untuk memberikan alternatif solusi bagi banyak perguruan tinggi swasta (PTS) yang belum bisa memenuhi aturan-aturan Dikti terkait nisbah dosen dan jumlah minimal dosen tetap bergelar S2 yang terdaftar di pangkalan data perguruan tinggi (PDPT).

Dalam workshop tersebut dipaparkan teknis perekrutan calon dosen yang dimaksud secara online. Melalui laman studi.dikti.go.id/rekrutdosen/ para penanggungjawab SDM atau akademik masing-masing PTS (PIC) bisa melakukan langkah-langkah perekrutan. Dimulai dengan memilih menu "Belum Ada Akun", para PIC bisa mengisi data, mengunggah surat tugas dari Pimpinan PTS (template bisa diunduh sebelumnya), dan mendaftar. Selanjutnya akan diberikan kode verifikasi melalui email PIC. Login kembali ke sistem untuk memilih calon dosen, kemudian hubungi langsung calon dosen yang telah dipilih untuk mengkomunikasikan kesepakatan-kesepakatan terkait kontrak kerja, dll. Setelah itu baru ajukan permintaan secara online lagi, permintaan itu selanjutnya akan diverifikasi oleh Admin sistem. Jika disetujui oleh sistem, pihak PTS (PIC tadi) bisa mengunduh surat persetujuan.

Pak Mulyono dan Pak Budi, sang pemateri dari bagian Sumber Daya RistekDikti juga memaparkan beberapa data dan hal penting terkait program-program beasiswa dan pengelolaan SDM PT oleh Dikti. Selain itu dibagi pula tips seputar perekrutan dosen, antara lain memberdayakan dosen DPK dari PTS-PTS dengan kondisi tertentu, dan mengupayakan rasa 'nyaman' bagi calon dosen di lingkungan barunya sehingga bisa produktif dan yang lebih penting tidak gampang mengundurkan diri / berpindah tempat. Rasa 'nyaman' tersebut bisa diperoleh melalui upaya-upaya adaptasi dan suasana kerja yang kondusif, menumbuhkan suasana kekeluargaan dan rasa 'merasa dibutuhkan' (turut berkontribusi dalam pengembangan lembaga), memberikan kesempatan dalam berkarir, dan memberikan gaji yang layak tentunya.

Sejatinya persoalan rekrutmen dosen menjadi masalah yang cukup pelik bagi sebagian besar PTS, terutama bagi PTS yang masih membutuhkan 'suntikan modal kerja'. Hal itu seiring dengan pemberlakuan regulasi Dikti yang cukup ketat mengatur dan mengawasi ketersediaan jumlah minimal dosen tetap yang wajib dipenuhi oleh tiap prodi. Dalam Surat Edaran Dikti no: 4798 / E.E2.3 / KL / 2015 tertanggal 23 Juni 2015 salah satunya disebutkan bahwa untuk program Diploma 3 minimal harus ada 6 dosen tetap yang bergelar S2 pada setiap prodinya. 

Aturan tersebut wajib dipenuhi oleh setiap perguruan tinggi paling lambat akhir tahun 2015 ini, dan jika belum dapat dipenuhi maka prodi ybs akan di-non aktif-kan sampai prodi tsb bisa memenuhinya. Tentu tujuan regulasi itu bagus, untuk menjamin mutu perguruan tinggi terutama mutu para lulusannya. Tetapi praktek di lapangan tidaklah mudah, pemenuhan jumlah minimal tersebut menjadi sulit, terutama bagi PTS yang belum mampu memberikan 'iming-iming finansial' bagi calon dosen yang akan direkrutnya. Seperti curhat dari beberapa pelaku / praktisi pendidikan yang kerap kutemui saat ada undangan dari Kopertis / Dikti... boro-boro memikirkan untuk rekrut, lha wong mempertahankan dan meningkatkan 'grade' dosen tetap yang ada saja sudah 'menguras energi' tersendiri. Belum lagi upaya untuk meningkatkan produktifitas kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat (PPM) para dosennya... he he idem ditto dong.

Perlu banyak belajar bagaimana menemukan titik temu antara 'kebutuhan lembaga' dengan 'kebutuhan dosen'. Kebutuhan dosen terkadang tidak hanya menyangkut kebutuhan finansial, tetapi juga kebutuhan akan suasana yang kondusif untuk berkarya, kebutuhan akan prospek karir ke depan, dan kebutuhan / faktor 'x' lainnya. Titik temu itu mungkin bisa dituangkan dalam sebuah rumusan kebijakan yang bisa diterima kedua belah pihak. Mungkin ada baiknya mempertimbangkan mengadop langkah sebuah PTS, yang menyerahkan ke notaris untuk membuat kesepakatan tertulis dengan para dosen tetapnya yang akan / sudah menyelesaikan studi lanjut.

Kebijakan itu nantinya diharapkan dapat mengakomodir dan menyelaraskan regulasi-regulasi Dikti dengan kebutuhan/kepentingan internal (lembaga dan dosen). Regulasi yang dimaksud antara lain regulasi yang mengatur kewajiban berapa tahun berkarya seorang dosen di lembaga / homebase nya setelah dosen ybs menyelesaikan studi lanjutnya melalui program beasiswa Dikti (BPPS / BPPDN), regulasi Dikti terkait pemenuhan nisbah dosen & mahasiswa, regulasi Dikti terkait penilaian dan tunjangan serdos, dan lain-lain.

Kebijakan itu juga mesti dapat menyeimbangkan antara hak dan kewajiban (termasuk tanggung jawab moral yang diemban) masing-masing pihak. Secara praktek, sepertinya tidak mudah membuat rumusan tersebut, apalagi jika sumber daya yang tersedia masih sangat terbatas. Sehingga sangat diperlukan menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan pihak Badan Penyelenggara (Yayasan) untuk menyelesaikan secara bijak permasalahan seputar rekrut dan maintain  dosen tetap. Karena para dosen tetap PTS itu diangkat dan diberhentikan oleh Yayasan, maka sewajarnya hal itu mesti dilakukan.