April 23, 2019

Parenting plus Zero Waste

Parenting SDIT Insan Kamil (InKa) minggu pagi 14 april lalu terasa berbeda, panitia / komite berjibaku mengemas acara tersebut dengan sentuhan zero waste. Ayah bunda yg hadir hampir semuanya membawa tepak snack dan botol minum / tumbler dari rumah, yang kemudian diisi bermacam snack oleh bunda2 panitia, dan disediakan banyak galon kangen water unt mengisi tumbler2 peserta. 

Lokasi acara rasanya juga cocok dengan acara yang dikemas ramah lingkungan tersebut, di SMKN 3 Perkapalan Sidoarjo yang bersih & asri serta terlihat banyak tulisan pesan / ajakan hidup sehat & ramah lingkungan di halaman sekolahnya yang ijo royo2. Sosialisasi zero waste tersebut juga sudah disampaikan sebelumnya oleh panitia melalui grup wa / sosmed, dan dicantumkan juga di undangan resmi. Kebetulan sebelumnya bunda2 panitia juga menularkan virus kebaikan melalui program non profit berbagi komik bertema lingkungan yang berjudul “Keluarga Minim Sampah”, jadi klop sudah.


Sebelum acara inti, Ustadzah Aniqotul Uhbah terlebih dahulu memberikan sosialisasi program zero waste dan harapannya ke depan. Beliau menuturkan program tersebut berawal dari keprihatinan melihat volume sampah yang sangat besar tiap harinya di lingkungan InKa, dan melihat masih banyak siswa yang kurang peka/ kurang peduli terhadap sampah / kebersihan lingkungan. 

Selain itu juga sebagai upaya membentuk pola /gaya hidup yang kreatif & inovatif  -  sehingga diharapkan tumbuh ide2 positif dalam pemanfaatan sampah. Dimulai dari program2 sederhana yang dibuat “membumi”, para guru dan murid dihimbau membawa tumbler, membawa bekal dalam kotak makan dari rumah, dan membiasakan membuang sampah pada tempatnya. Dengan membangun nilai2 positif tersebut secara simultan, diharapkan murid2 InKa dapat menjadi duta kebaikan di rumahnya masing2, yang pada akhirnya menyebarkan kebaikan tersebut di lingkungan sekitarnya.

Selanjutnya Ustadz Suhadi Fadjaray – motivator dan penulis buku - membawakan materi parenting berjudul “Membangun Kemandirian Sang Tawanan” dengan diselingi beberapa ice breaking yang melibatkan semua peserta. 

Dan berikut poin-poin rangkuman materi yang beliau paparkan :

       3 tahap pendidikan cinta : bermain - disiplin - mitrausia 0-7 perlakukan anak sebagai raja, usia 7 – 14 tahun perlakukan anak sebagai tawanan, dan usia 14-21 tahun perlakukan anak sebagai sahabat/mitra.

      3 aspek kemandirian anak : akademik, ibadah, mengatur/mengurus diri sendiri.
gali potensi anak-anak dan beri pemahaman manfaat belajar, sehingga mereka dapat belajar sendiri tanpa disuruh2. Hargai dan arahkan anak sesuai bakat dan potensi masing2, ada yang punya bakat juara panggung, juara kelas, atau juara lapangan. Waspadai juga peran “orang ketiga” (asisten rumah tangga, nenek, bibi, dll) dalam membangun kemandirian anak. Indikator lulus sebagai "tawanan" jika sudah beres dalam 3 aspek tersebut.

       5 prinsip pendidikan : keteladanan - pembiasaan - nasehat - kontrol - sanksi.
Jadi ingat, sanksi baru diberikan jika semua tahapan sebelumnya sudah dilakukan. Sering2lah memberikan reward / hadiah dalam porsi dan sikon yang tepat, bukan hanya dalam bentuk benda, tapi bisa juga mengalokasikan waktu khusus untuk bersenang-senang / beraktifitas bersama mereka.

      “ Rasulullah bersabda : tidaklah oang tua memberikan pada anaknya yang lebih utama selain dari pendidikan yang baik” – HR Tirmidzi & Thabrani.
Indikator pendidikan yang baik adalah yang dapat menambah rasa takut pada Allah Ta’ala.

      “Generasi ini tidak akan pernah bisa baik kecuali dengan cara yang dipakai untuk memperbaiki generasi awal “ – Imam Malik RA.
Problem utama pendidikan saat ini : “tidak visioner” (perlu ditanamkan pada mereka semangat untuk meraih cita-cita tertinggi asalkan selalu terkoneksi dengan Allah Ta’ala).

      Refleksi dari penasehat khalifah Umar bin Abdul Aziz (urgensi kemandirian dalam perkembangan), ketika ada seorang anak usia 11 tahun yang dilarang masuk untuk memberi nasehat pada sang khalifah karena dianggap masih anak-anak, tak disangka komentar anak tersebut membuat sang khalifah tertegun dan menyadari kekhilafannya.. “jika aku dilarang masuk untuk ikut memberikan nasehat karena usiaku yang masih muda, maka bagaimana dengan orang-orang yang lebih tua di sekeliling khalifah? Bukankah mereka lebih berhak menjadi pemimpin?”. Sungguh, generasi awal –generasi jaman para sahabat adalah jaman keemasan, saat itu para pemuda sudah banyak yang matang secara akal – bukan hanya matang secara baligh, banyak bertabur jenderal atau pemimpin perang yang berusia muda, catatan sejarah telah banyak menorehkan prestasi mereka.

      TEGA & TEGAS – kedua sikap ortu inilah yang menjadi penyebab utama kemandirian anak. Jika dim usia “raja” diterapkan kurikulum “kebahagiaan”, maka di usia “tawanan” perlu TEGA menerapkan kurikulum “kesengsaraan”. Tentu semuanya dilakukan atas dasar “kasih sayang” dan mengacu pada tuntunan Rasulullah , dengan urutan yang benar mulai dari iman - adab - ilmu - ahlak .

      Iman merupakan pondasi dari semuanya, tanamkan kuat2 keimanan pada mereka agar mereka terhindar dari perbuatan syirik sekecil apapun. Berikan pemahaman bahwa berbuat syirik membuat Allah Ta’ala murka dan menghanguskan semua amal, karena hal itu sama saja dengan berkhianat pada Allah Ta’ala (analogi selingkuh).

      3 aspek akidah : tidak berbuat syirik, berbakti pada ortu, selalu merasa diawasi Allah.
      “Dan hendaklah takut (pada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah” - An Nisa : 9. Disebut generasi lemah jika tidak memiliki 3 hal : mandiri, percaya diri, dan harga diri.

      Tanamkan selalu rasa takut dan “setia” pada Allah SWT. Sesungguhnya pendidikan dianggap berhasil jika ilmu dan semua yang diberikan pada anak-anak dapat menambah rasa takutnya pada Allah Ta’ala.  Tanamkan selalu perasaan selalu diawasi oleh Allah pada mereka. Guru dan ortu memberikan teladan nilai-nilai kejujuran pada mereka sebagai penguatan, agar sang tawanan tumbuh menjadi pribadi yang ber-integritas (samanya perkataan dengan perbuatan).

      Didik dan rawat mereka agar tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dalam 5 hal yaitu: fisik, karakter/mental, intelektual, spiritual dan finansial (agar ‘tidak mudah dibeli’). Ajarkan juga pada mereka keterampilan hidup, dan biarkan mereka berani menghadapi “kesengsaraan” / tantangan hidup, tentunya dalam kadar yang sesuai "porsi" mereka.

      Tanamkan ahlak yang baik, ingatlah sumber karakter itu berasal dari jalan, wajah, dan suara (jawara). Ajarkan pada mereka agar sederhana dalam bersikap dan selalu berakhlak baik dimanapun dan pada siapapun, terutama pada guru2 mereka agar ilmu yang diperoleh menjadi berkah.

      Siapkan “akal” anak-anak sedini mungkin, agar saat baligh-nya datang mereka sudah siap menerima beban syariat. Jadi akal dan baligh bisa seiring sejalan (akil baligh yang sesungguhnya).

      Bersabarlah dalam menasehati / mengingatkan mereka, terutama dalam hal ibadah sholat. Sesuai tuntunan, usia 7 tahun mereka mulai diberikan pelajaran sholat, dan pada usia 10 tahun diharapkan sudah bisa mandiri sholat-nya, maka idealnya ortu memberikan nasehat sebanyak 5475 kali (3 tahun x 365 hari x 5 waktu sholat = 5475).

      Tanamkan juga bahwa mereka pantas dihargai dan pantas memperoleh yang terbaik. Contoh sederhana ortu memberikan teladan duduk di barisan depan dalam setiap acara yang melibatkan mereka, memberi kesempatan mereka membukakan pintu dan menerima tamu di rumah, termasuk memberi kesempatan ikut mencicipi hidangan yang akan disuguhkan pada tamu. Memberikan arahan dan wawasan cita-cita yang “visioner” pada mereka. Contoh, bukan sekedar bercita2 jadi koki tapi sekaligus menjadi pemilik resto-nya, menghargai hobby / bakat / passion / cita2 mereka asalkan “semuanya terkoneksi dengan Allah Ta’ala”. 

      Waspadai penggunaan gadget/teknologi, selalu kontrol agar mereka menggunakan sewajarnya dan dalam batas waktu yang aman & sehat (hindari kecanduan pathologis). Waspadai juga game2 yang berpotensi merusak kesehatan otak mereka. Begitu pula trend kompetesi game online yang marak saat ini, mesti disikapi dengan hati-hati dan bijaksana, agar tidak merusak tatanan yg ada. Apalagi diperkirakan sekitar tahun 2040 – an, negara kita mengalami “bonus demografi” dimana jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak daripada usia non produktif. Sedangkan usia produktif (baca generasi muda) kebanyakan sangat tergantung dan melek teknologi. Sehingga pihak-pihak yang ingin merusak tatanan negara ini dapat dengan mudah melakukannya melalui teknologi atau media lainnya.  

wallahu a'lam ... 

Finally, terima kasih banyak untuk semua panitia, komite dan pendukung acara tersebut, jazaakumullahu khoir, barokallahu fiikum.