Mei 04, 2015

Efek Plasebo Sang Pemenang

Sore itu putra sulungku ngasih kabar bahwa sekolahnya (SMK Telkom Malang) bikin kebijakan baru sebagai bentuk apresiasi kepada siswanya yang hafal Al Qur'an. Apresiasi tersebut berupa pembebasan SPP 1 tahun pelajaran untuk siswanya yang hafal Al Qur'an 10 juz, bebas SPP 2 tahun untuk yang hafal 20 juz, dan bebas SPP 3 tahun untuk yang hafal 30 juz. Alhamdulillah... tentu kami senang dengan kebijakan tersebut, tapi di sisi lain si sulung jadi gundah karena dia merasa tidak akan bisa memperoleh beasiswa itu. Karena hafalan Qur'an-nya belum sebanyak itu :-(

Kusemangati dia untuk mencoba menerapkan 'efek plasebo' yang dibahas di dalam koleksi buku barunya yang berjudul "I am Gifted, So are You!" (saya berbakat, anda juga) tulisan Adam Khoo - sang motivator pendidikan yang terkenal itu. Ya.. efek plasebo - yang intinya seperti men-sugesti diri sendiri dengan sesuatu, sehingga timbul keyakinan pada diri sendiri bahwa "saya pasti bisa".

Efek plasebo awalnya dikenal di dunia medis, yang juga sering disebut the magic of believing atau the power of mind. Efek yang ditimbulkan oleh obat atau terapi 'pil gula' yang diberikan oleh dokter kepada pasiennya dengan mengatakan bahwa obat tersebut sangat mujarab. Padahal sebenarnya tidak ada kandungan khusus didalamnya, tetapi seakan-akan bisa membuat pasien merasa 'sembuh'. Kesembuhan yang dirasakan itu bisa jadi karena tumbuh keyakinan pada dirinya bahwa obat itu memang mujarab dan dapat membantu menyembuhkan sakitnya.

Sugesti diri atau efek plasebo juga bisa ditumbuhkan dalam diri seorang siswa untuk mencapai prestasi yang diinginkan. Prestasi-prestasi seperti sukses menghafal Al Qur'an sekian juz, sukses meraih nilai A untuk beberapa mata pelajaran penting, sukses meraih rangking 1 di kelas, sukses meraih beasiswa, sukses masuk sekolah ternama atau perguruan tinggi ternama, menang olimpiade tingkat nasional, dan seterusnya. Menjadi siswa penuh prestasi atau menjadi siswa"A" - istilah yang digunakan oleh Adam Khoo - bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. Tentu dengan menyusun langkah-langkah konkrit untuk mencapai prestasi itu dan serius melaksanakannya.

Langkah awal untuk menjadi sang pemenang (the winner) menurut Adam Khoo adalah dengan menumbuhkan keyakinan pada diri sendiri terlebih dahulu. Keyakinan bahwa "saya pasti bisa" meraih sukses - itu bisa menjadi sebuah kekuatan besar sekaligus modal yang sangat penting. Karena menurut Adam Khoo : "keyakinan kita tidak benar-benar nyata. hal tersebut merupakan pendapat dan generalisasi semata. namun, jika meyakininya, semua itu dapat menjadi kenyataan. sudah jelas keyakinan itu memiliki kekuatan besar yang dapat mempengaruhi anda secara fisik dan mengubah biokimia anda". 

Masih menurut Adam Khoo, setelah menumbuhkan keyakinan diri sekaligus menetapkan target atau cita-cita; langkah berikutnya adalah menyusun langkah-langkah spesifik dan konkrit untuk mencapainya. Kemudian mempunyai komitmen yang kuat untuk menaati dan menjalankan setiap langkah atau prosesnya. The Winner juga harus memikul tanggung jawab terhadap diri sendiri, tidak membuat-buat alasan atau menyalahkan orang lain jika dirinya gagal. "Memikul tanggung jawab terhadap diri sendiri adalah suatu kekuatan yang luar biasa. Mengapa ? Karena, jika anda yakin anda yang menyebabkan semua terjadi, anda memiliki kekuatan untuk mengubah dan memperbaiki hidup!. Anda memegang kendali" begitu kata Adam Khoo. Jadi bisa disimpulkan bahwa The Winner = selalu bertanggung jawab, sedangkan The Looser = selalu beralasan.

Setelah men-sugesti diri dengan keyakinan "saya pasti bisa" yang diikuti langkah-langkah meraih sukses tersebut di atas; sebagai hamba yang beriman tentu kita harus mengiringinya dengan do'a kemudian bertawakkal pada Allah Ta'ala. Karena hanya Allah yang berkuasa membuat semua impian kita menjadi kenyataan, hanya Allah yang berkuasa membuat semua kemungkinan bisa terjadi sesuai kehendak-Nya.

Oya .. Adam Khoo juga menulis bahwa ada 'efek plasebo' tertentu yang harus dihindari oleh seorang pemenang. 'Efek plasebo' yang dimaksud adalah dengan menghindari perkataan "saya tidak tahu". Karena menurutnya : "Ketika anda dihadapkan dengan sebuah pertanyaan dan anda menjawab 'saya tidak tahu!'sebenarnya anda mengatakan kepada otak anda untuk berhenti berpikir!....sebaiknya anda mengatakan 'coba saya pikirkan dahulu' dan mulailah memikirkannya!"

Hmm ... jawaban 'coba saya pikirkan dahulu' itu ada benarnya sih... Tapi akan jauh lebih baik jika kita menjawab "saya tidak tahu". Apalagi untuk menjawab pertanyaan seputar masalah syariah yang dihadapkan pada kita, sedangkan kita tidak mengetahui jawabannya atau tidak memahaminya.

Seperti yang dikutip dari bukunya Brilly El Rasheed yang sangat bagus yang berjudul "Golden Manners. Perilaku-perilaku Emas Demi Menggapai Kenikmatan Abadi". Berikut kutipannya : "Contohnya ketika Rasulullah ditanya oleh Jibril tentang peristiwa di hari kiamat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Yang ditanyai tentangnya tidak lebih tahu daripada yang bertanya". Di bagian lain Brilly juga menulis bahwa [Ibnu Jama'ah berkata, "Apabila seorang alim ditanya tentang perkara yang belum diketahuinya, maka termasuk bentuk ilmu adalah menjawab 'saya tidak tahu' ". Sebagian salaf mengatakan, ucapan 'saya tidak tahu' adalah setengah ilmu " "] [Tadzkirah As-Sami' hal.49].

Allahu a'lam .....


Update Maret 2016..
Alhamdulillah si sulung baru memperoleh apresiasi atas hafalan Qur'an nya - yg sebenarnya belum banyak :) Apresiasi berupa uang tunai senilai SPP beberapa bulan dari sekolahnya itu cukup membuat kami terharu. Pesan kami padanya untuk selalu menjaga hafalannya dan berharap bisa terus menambah hafalannya. Terima kasih SMK Telkom Malang. Jazakumullahu khoir..

2 komentar:

Sahabat Guru mengatakan...

alhamdulillah ada kebijakan seperti itu. bagus ya efek plasebo itu. semoga anaknya bisa menghapal Qur'an. aamiin

Uce Indahyanti mengatakan...

aamiiin..makasih doanya ya