Minggu lalu berkesempatan
nonton sebuah film dokumentar di sebuah saluran tv kabel yang mengisahkan
tentang Saba
Maqsood - perempuan asal Pakistan yang sempat mengalami percobaan
pembunuhan oleh ayah kandung dan pamannya sendiri. Saba dibunuh karena nekat
lari dari rumah untuk menikah dengan pemuda yang dicintainya - yang kebetulan
berasal dari keluarga kurang mampu, dia tegas menolak perjodohan yang
dipaksakan oleh keluarganya.
Di hari yang
naas itu, Saba dijemput di rumah mertuanya oleh ayah dan pamannya. Awalnya dia
takut, tapi akhirnya menurut karena keduanya berjanji bahkan bersumpah di atas
Al Qur'an tidak akan menyakiti Saba. Tapi ternyata Saba disekap lalu ditembak
di pelipis, dan dimasukkan ke dalam karung, kemudian dilempar ke sebuah sungai. Sungguh
sebuah percobaan pembunuhan yang keji.
Tapi takdir Allah menentukan lain, dalam kondisi luka parah, Saba akhirnya berhasil menyelamatkan diri. Dan masalah baru menantinya, keluarga Saba dan masyarakat sekitar malah seakan "menghukumnya", karena dia dianggap telah mempermalukan keluarga, lari dari rumah untuk menikah dengan pemuda yang tidak direstui keluarganya dan 'menjebloskan' ayah dan pamannya ke dalam penjara. Ayahnya bahkan tidak menyesali perbuatannya dan tidak mau menganggap Saba sebagai bagian dari keluarganya lagi. Ayah dan pamannya bahkan menganggap upaya pembunuhan yang mereka lakukan merupakan jalan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri keluarga - "honour killing" ... Subhanallah
Tapi takdir Allah menentukan lain, dalam kondisi luka parah, Saba akhirnya berhasil menyelamatkan diri. Dan masalah baru menantinya, keluarga Saba dan masyarakat sekitar malah seakan "menghukumnya", karena dia dianggap telah mempermalukan keluarga, lari dari rumah untuk menikah dengan pemuda yang tidak direstui keluarganya dan 'menjebloskan' ayah dan pamannya ke dalam penjara. Ayahnya bahkan tidak menyesali perbuatannya dan tidak mau menganggap Saba sebagai bagian dari keluarganya lagi. Ayah dan pamannya bahkan menganggap upaya pembunuhan yang mereka lakukan merupakan jalan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri keluarga - "honour killing" ... Subhanallah
Saba yang
awalnya bersikeras tidak mau memaafkan ayah dan pamannya, mengingat begitu
keji perbuatan mereka terhadap dirinya, akhirnya tidak bisa mengelak. Tekanan tokoh masyarakat setempat saat
itu "memaksa" Saba untuk memaafkan ayah dan pamannya agar mereka dapat
dibebaskan dari penjara. Harga sebuah pengampunan dari Saba, yang sebenarnya
jauh di lubuk hatinya dia belum rela memberikannya.
Sungguh menyayat hati .. kenapa harus sekejam itu sampai Saba harus
dibunuh oleh ayah dan pamannya sendiri? Padahal dalam Islam telah jelas diatur
bahwa perjodohan itu harus meminta pertimbangan pihak perempuan yang akan
dijodohkan. Jika dia menolak, maka orang tua atau wali tidak boleh memaksanya.
Seperti yang dikutip dari sebuah artikel berikut ini :
"Tidak boleh menikahkan
seorang janda sebelum dimusyawarahkan dengannya dan tidak boleh menikahkan anak
gadis (perawan) sebelum meminta izin darinya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimana mengetahui izinnya?” Beliau menjawab, “Dengan diamnya.” (HR.
Al-Bukhari No. 5136 dan Muslim No. 1419).
Imam Bukhari berkata,
Isma’il memberitahu kami, dia berkata, Malik memberitahuku, dari ‘Abdurrahman
bin Al-Qasim dari ayahnya dari ‘Abdurrahman dan Mujammi’, dua putra Yazid bin
Jariyah, dari Khansa’ bin Khidam Al-Anshariyah radhiyallahu ‘anha,
“Bahwa ayahnya pernah menikahkan
dia -ketika itu dia janda- dengan laki-laki yang tidak disukainya. Maka dia
datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk mengadu) maka Nabi
shallallahu alaihi wa sallam membatalkan pernikahannya.” (HR. Al-Bukhari
no. 5138)
Akan tetapi larangan memaksa ini
bukan berarti sang wali tidak punya andil sama sekali dalam pemilihan calon
suami wanita yang dia walikan, justru sang wali disyariatkan untuk menyarankan
saran-saran yang baik lalu meminta pendapat dan izin dari wanita yang
bersangkutan sebelum menikahkannya. Tanda izin dari wanita yang sudah janda
adalah dengan dia mengucapkannya, sementara tanda izin dari wanita yang masih
perawan cukup dengan diamnya dia, karena biasanya seorang gadis malu untuk
mengungkapkan keinginannya. Sebagaimana dijelaskan dalilnya di dalam hadits
berikut.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai seorang gadis yang akan
dinikahkan oleh keluarganya, apakah perlu dimintai pertimbangannya?” Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Ya,
dimintai pertimbangannya.” Lalu ‘Aisyah berkata, maka aku katakan kepada
beliau, “Dia malu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
berkata, “Demikianlah pengizinannya, jika ia diam.” (HR. Bukhari dan
Muslim)". Sumber: https://muslimah.or.id/6506-hukum-perjodohan-ala-siti-nurbaya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar