" yang diselenggarakan oleh GIZ (d/h GTZ - semacam BUMN tapi milik pemerintah Jerman) bekerjasama dengan ISED dan Kementrian PPN / Bappenas.
Ka.AP5I dalam kesempatan tersebut memaparkan industri pengolahan ikan masih jauh dari "
industry 4.0". Masih banyak proses industri yang harus dikerjakan secara manual - industri padat karya - begitu gambarannya. Hanya beberapa aspek yang sudah berbasis IT - itupun pada aspek2 yg memang sangat diperlukan dan bisa menekan pengeluaran gaji pekerja karena UMR yang semakin mahal. Menurut beliau, keuntungan pada industri perikanan margin-nya hanya 5%, dan itu banyak diperoleh dari pengoperasian secara manual. Tren industri pengolahan ikan saat ini adalah
easy to cooked atau
ready to eat, sedangkan untuk
market concern atau
buyers concern-nya adalah
food safety, traceability, dan sustainability. Prioritas utamanya adalah food safety menggunakan metode
ensuring food safety HACCP (
Hazard Analysis & Critical Control Point). Beliau juga menyampaikan bahwa daya juang para lulusan perguruan tinggi saat ini relatif melemah. Selain itu pola pikir yg ingin sukses secara instan,
attitude & soft skill yang kurang bagus, serta kurangnya kemampuan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris juga menjadi pe-er bagi dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi. Tentunya perlu dukungan semua pihak dalam hal ini, termasuk dari DUDI, Pemerintah, dan semua elemen masyarakat.
Perwakilan Astra, BOSCH dan Siemens secara bergiliran menyampaikan paparannya yang dapat disimpulkan demikian : bahwa tidak harus melalui "lompatan besar" dalam menyiapkan SDM menuju digitalisasi industri atau
smart factory atau industry 4.0 atau bisa dikatakan era ekonomi digital.
Era industri 4.0 sudah di depan mata dan tidak bisa dihindari, sehingga mesti segera disiapkan SDM nya. Tidak harus langsung menerapkan sebuah sistem yang besar seperti ERP (
Enterprise Resource Planning : sebuah aplikasi manajemen bisnis yang memudahkan pengelolaan bisnis secara
terintegrasi). Sesuaikan saja dengan kebutuhan mendasar perusahaan atau industri (berbasis fungsi dan manfaat) Bisa dimulai dari langkah yang kecil dulu, dari aspek manapun yang bisa di-digitalisasi, mungkin dari aspek penggunaan energi, logistik, atau aspek lainnya - bukan hanya pada aspek produksi saja. Tentunya dilihat secara holistik dulu model bisnisnya atau rantai produksinya, baru tentukan aspek atau bagian mana yang memang perlu di-digitalisasi. Misal menggunakan
barcode dalam proses input untuk menghindari kendala
human error yang mungkin terjadi, atau menggunakan solusi sensor untuk membaca parameter tertentu (contoh membaca ph air, pakan, dll) yang dapat dikirim langsung ke
handphone.
Diakui memang sulit untuk memperoleh SDM yang dapat menguasai semua aspek - aspek IT dan aspek produk. Istilah mbak Tyas dari BOSCH "ada yang mahir mencet2 tapi gak paham ikan, ada yang paham ikan tapi gak bisa mencet2"..hehe. Dan untuk mengakomodir percepatan teknologi di DUDI, praktisi dunia pendidikan dapat melakukan kerjasama dengan DUDI untuk menyelenggarakan
short course, didactic learning, teaching factory, kuliah tamu oleh praktisi DUDI, kunjungan mahasiswa dan dosen ke industri, proses magang mahasiswa, dan proses perekrutan lulusan dengan mekanisme tertentu.
Ya.. digitalisasi industri dan perubahan model bisnis pada era internet saat ini sudah tidak dapat dihindari, hal itu dapat ditengarai dalam contoh2 perubahan berikut :
bookstore > e-book, yellow pages > market place, record store > streaming, taxi > ride sharing, etc. Pada akhirnya
cloud computing dan
big data menjadi aspek yang
gak bisa lepas dari industri 4.0, bahkan Indonesia saat ini sudah benar2 jadi pasarnya sang pioner komputasi awan alias mbah Google itu - antara lain GoJek, Tokopedia, dan Traveloka, simak selengkapnya di sini:
https://inet.detik.com/business/d-4242136/google-buka-cloud-region-di-indonesia-apa-itu. Dan bagi yang pingin tahu apa itu dan apa perbedaan
cloud computing dengan
big data, simak penjelasannya di sini:
https://www.quora.com/Whats-the-difference-between-big-data-and-cloud-computing
Beberapa peserta yang mewakili dunia pendidikan juga menyampaikan kondisi dan kendala yang ada di lapangan (baca : dunia perguruan tinggi & regulasinya), sekaligus menyampaikan saran dan harapan2 terkait proses menyiapkan SDM menuju industri 4.0 tersebut. Termasuk kendala dalam penyusunan kurikulum yang perlu waktu dan melalui mekanisme tertentu, sedangkan teknologi di luar kampus dengan cepatnya berkembang. Ada baiknya kurikulum berbasis
dual system sudah dirancang dari awal. Termasuk menangkap tren-tren atau isu-isu yang sedang berkembang, seperti isu ketahanan pangan, kelautan atau kemaritiman, kesehatan, dan lain-lain. Perguruan tinggi berbasis dakwah-pun juga bisa memanfaatkan kemajuan IT dlm mendistribusikan materi dakwahnya ke masyarakat. Media sosial termasuk youtube, aplikasi pengolahan gambar, animasi dan
movie telah berkembang pesat, dan tentunya dapat dimanfaatkan sebagai sarana berdakwah (contoh
yufid.tv).
Salah satu kebijakan DIKTI yang mewajibkan perguruan tinggi untuk menerbitkan SKPI (surat keterangan pendamping ijazah) sebenarnya bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mengatasi permasalahan link & match tersebut. Portofolio calon lulusan - berupa prestasi2 seperti TOEFL, sertifikasi kompetensi sesuai bidang keahlian, piagam penghargaan ikut serta dalam PKM, organisasi kemahasiswaan, seminar, dan kegiatan penunjang akademik lainnya - yang terangkum dalam SKPI dapat menjadi "nilai tambah" bagi mereka dalam bersaing memperebutkan pekerjaan di DUDI nantinya. Perguruan tinggi juga bisa punya divisi tersendiri yg menggarap sertifikasi kompetensi unt masy umum sekaligus unt mahasiswa-nya, bekerjasama dg lembaga2 TUK (tempat uji kompetensi) atau yg terkait.
Kesimpulannya : industri 4.0 adalah era yang benar2 sudah ada di depan mata dan harus kita hadapi, maka tidak bisa menunggu ini tugas siapa untuk menyiapkan SDM ke arah itu. Dibutuhkan
pemetaan untuk mendata
skill apa sebenarnya yang dibutuhkan saat ini, kemudian menentukan langkah apa saja yang dibutuhkan untuk mendukungnya (training, seminar,
benchmark, atau yg lainnya), juga pemetaan dalam mekanisme
knowledge sharing ke level / lingkar-lingkar berikutnya di internal perusahaan. Selain itu
tailor made dari pihak DUDI untuk dunia pendidikan bisa dijadikan salah satu solusinya.
Di penghujung acara, semua peserta diminta menuliskan ide, harapan dan impian terkait topik acara
link & match DUDI dengan dunia pendidikan. Kucoba menuangkan uneg2, berharap dlm
link & match tdk ada gap lagi - bener2 bisa terealisir secara integral. Pinginnya semua kementrian terkait juga bisa duduk bareng berdiskusi mengevaluasi semua sistem terkait, dan mengintegrasikannya untuk mem f-up terealisasinya
link & match tersebut. Sehingga ke depan dosen, mahasiswa dan lulusan dapat lebih banyak berkontribusi di DUDI, bukan hanya sekedar melaksanakan tridharma (pengajaran, riset dan abdimas) yg menurutku saat ini kurang menyentuh DUDI.
Dan... manfaat pribadi hadir di acara tersebut - selain bisa nambah wawasan dan
networking - bersyukur juga bisa reunian sekaligus nyambung 'silaturahmi' dengan bu Junita - GIZ (d/h IGI-GTZ yg mensponsori proyek eLearning kami) . Beliaulah yang mengundang kami ke acara tersebut melalui 'mantan
project manager IGI-GTZ' di POLSAS - alias melalui Pak Medi. Terimakasih bu Junita .. masih ingat kami, terima kasih juga untuk Pak Medi.
Bicara tentang industri 4.0 sebenarnya juga bicara tentang ekonomi digital (
e-commerce, e-business, financial technology - fintech, etc) yang saat ini juga menjadi salah satu bahasan utama pada Annual Meeting IMF - WBG 2018 yang tengah berlangsung di Bali. Baca selengkapnya di sini
https://www.am2018bali.go.id/id/blogs/detail/annual-meetings-ekonomi-digital-dan-dunia-yang-terus-berubah . Selain topik ekonomi digital, AM IMF-WBG 2018 juga membahas tentang ekonomi syariah, pembangunan infrastruktur dan kebijakan ekonomi global. Peserta utama pertemuan besar tersebut adalah seluruh pemegang kebijakan ekonomi keuangan negara-negara peserta, yaitu menteri keuangan dan gubernur bank sentral masing-masing negara anggota IMF. Selain itu tentunya diikuti juga oleh para pelaku pasar, akademisi, jurnalis, dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan ekonomi & keuangan. Baru tahu, ternyata sejak September 2014 negara kita sudah menyampaikan proposalnya agar dapat menjadi tuan rumah perhelatan besar tersebut. Dan baru setahun kemudian dinyatakan lolos setelah melalui seleksi yang sangat ketat (
https://www.am2018bali.go.id/). Jadi AM IMF-WBG yang tengah berlangsung saat ini, merupakan hasil kerja keras dan kebijakan dari pemerintah kita sebelumnya dan pemerintah saat ini. Dari berbagai sumber di internet, diperoleh informasi bahwa akan banyak manfaat yang dapat diperoleh oleh negara kita sebagai tuan rumah perhelatan besar tersebut. ya ya..
successfull and impactfull .. hope so !
Hmm.. hampir semua aspek telah ber-transformasi ke arah digital saat ini. Termasuk
e-sports (olahraga digital / permainan kompetitif /
games online seperti Dota, CSGO, Mobile Legends, dll) juga telah serius digarap dalam event-event olahraga internasional termasuk dalam Asian Games 2018 lalu. Bahkan
e-sprots juga diprospek jadi jurusan baru di Indonesia (
https://tekno.tempo.co/read/898118/jokowi-ingin-ada-pendidikan-jurusan-esport-di-indonesia/full&view=ok). Dan Udinus menjadi kampus pertama yang menerapkan program
e-sports di kampusnya (
https://wincamp.org/keren-udinus-jadi-kampus-pertama-yang-hadirkan-program-esports-di-indonesia/).
Finally... satu sisi hampir semua aspek kehidupan telah serba
smart saat ini, di sisi lain kita juga mesti selalu ingat pesan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam - bahwa manusia yang
smart / cerdas adalah manusia yang banyak mengingat kehidupan setelah kematian dan mempersiapkan bekal sebaik2nya (
https://muslim.or.id/5598-ingat-mati.html).. semoga kita termasuk di dalamnya.. aamiiin.
update Juni 2020
Menuju Society 5.0 :