Parenting SDIT Insan Kamil (InKa) minggu pagi 14 april lalu terasa berbeda, panitia / komite berjibaku mengemas acara tersebut dengan sentuhan zero waste. Ayah bunda yg
hadir hampir semuanya membawa tepak snack dan botol minum / tumbler dari rumah,
yang kemudian diisi bermacam snack oleh bunda2 panitia, dan disediakan banyak
galon kangen water unt mengisi tumbler2 peserta.
Lokasi acara rasanya juga cocok dengan acara yang dikemas ramah lingkungan tersebut, di SMKN 3 Perkapalan Sidoarjo yang bersih & asri serta terlihat banyak tulisan pesan / ajakan hidup sehat & ramah lingkungan di halaman sekolahnya yang ijo royo2. Sosialisasi zero waste tersebut juga sudah disampaikan sebelumnya oleh
panitia melalui grup wa / sosmed, dan dicantumkan juga di undangan resmi. Kebetulan
sebelumnya bunda2 panitia juga menularkan virus kebaikan melalui program non
profit berbagi komik bertema lingkungan yang berjudul “Keluarga Minim Sampah”, jadi klop sudah.


Sebelum
acara inti,
Ustadzah Aniqotul Uhbah terlebih dahulu memberikan sosialisasi program
zero waste dan harapannya ke depan. Beliau menuturkan program tersebut berawal dari keprihatinan melihat volume sampah yang sangat besar tiap harinya di lingkungan InKa, dan
melihat masih banyak siswa yang kurang peka/ kurang peduli terhadap sampah / kebersihan
lingkungan.
Selain itu juga sebagai upaya membentuk pola /gaya hidup yang
kreatif & inovatif - sehingga diharapkan tumbuh ide2
positif dalam pemanfaatan sampah. Dimulai dari program2 sederhana yang
dibuat “membumi”, para guru dan murid
dihimbau membawa tumbler, membawa bekal dalam kotak makan dari
rumah, dan membiasakan membuang sampah pada tempatnya. Dengan membangun nilai2
positif tersebut secara simultan, diharapkan murid2 InKa dapat menjadi duta kebaikan di rumahnya masing2, yang pada
akhirnya menyebarkan kebaikan tersebut di lingkungan sekitarnya.
Selanjutnya
Ustadz Suhadi Fadjaray – motivator dan penulis buku - membawakan materi
parenting berjudul “Membangun Kemandirian Sang Tawanan” dengan diselingi
beberapa ice breaking yang melibatkan semua peserta.
Dan berikut poin-poin rangkuman materi yang beliau paparkan :
3
tahap pendidikan cinta : bermain - disiplin - mitra; usia 0-7 perlakukan anak sebagai
raja, usia 7 – 14 tahun perlakukan anak sebagai tawanan, dan usia 14-21 tahun
perlakukan anak sebagai sahabat/mitra.
3
aspek kemandirian anak : akademik, ibadah,
mengatur/mengurus diri sendiri.
gali potensi anak-anak
dan beri pemahaman manfaat belajar, sehingga mereka dapat belajar sendiri tanpa
disuruh2. Hargai dan arahkan anak sesuai bakat dan potensi masing2, ada yang
punya bakat juara panggung, juara kelas, atau juara lapangan. Waspadai juga peran
“orang ketiga” (asisten rumah tangga, nenek, bibi, dll) dalam membangun
kemandirian anak. Indikator
lulus sebagai "tawanan" jika sudah beres
dalam 3 aspek tersebut.
5 prinsip pendidikan : keteladanan - pembiasaan - nasehat - kontrol - sanksi.
Jadi ingat, sanksi baru
diberikan jika semua tahapan sebelumnya sudah dilakukan. Sering2lah memberikan
reward / hadiah dalam porsi dan sikon yang tepat, bukan hanya dalam bentuk
benda, tapi bisa juga mengalokasikan waktu khusus untuk bersenang-senang /
beraktifitas bersama mereka.
“
Rasulullah bersabda : tidaklah oang tua memberikan pada anaknya yang lebih
utama selain dari pendidikan yang baik”
– HR Tirmidzi & Thabrani.
Indikator pendidikan
yang baik adalah yang dapat menambah
rasa takut pada Allah Ta’ala.
“Generasi
ini tidak akan pernah bisa baik kecuali dengan cara yang dipakai untuk memperbaiki generasi awal “ – Imam Malik
RA.
Problem utama pendidikan
saat ini : “tidak visioner” (perlu ditanamkan pada mereka semangat untuk meraih
cita-cita tertinggi asalkan selalu terkoneksi dengan Allah Ta’ala).
Refleksi dari penasehat khalifah Umar bin Abdul Aziz (urgensi kemandirian dalam
perkembangan), ketika ada seorang anak usia 11 tahun yang dilarang masuk untuk
memberi nasehat pada sang khalifah karena dianggap masih anak-anak, tak
disangka komentar anak tersebut membuat sang khalifah tertegun dan menyadari
kekhilafannya.. “jika aku dilarang masuk untuk ikut memberikan nasehat karena
usiaku yang masih muda, maka bagaimana dengan orang-orang yang lebih tua di
sekeliling khalifah? Bukankah mereka lebih berhak menjadi pemimpin?”. Sungguh,
generasi awal –generasi jaman para sahabat adalah jaman keemasan, saat itu para
pemuda sudah banyak yang matang secara akal – bukan hanya matang secara baligh,
banyak bertabur jenderal atau pemimpin perang yang berusia muda, catatan
sejarah telah banyak menorehkan prestasi mereka.
TEGA
& TEGAS – kedua
sikap ortu inilah yang menjadi penyebab utama kemandirian anak. Jika dim usia
“raja” diterapkan kurikulum “kebahagiaan”, maka di usia “tawanan” perlu TEGA
menerapkan kurikulum “kesengsaraan”. Tentu semuanya dilakukan atas dasar “kasih
sayang” dan mengacu pada tuntunan Rasulullah , dengan urutan yang benar mulai
dari iman - adab - ilmu - ahlak .
Iman merupakan pondasi dari semuanya, tanamkan kuat2 keimanan pada
mereka agar mereka terhindar dari perbuatan syirik sekecil apapun. Berikan
pemahaman bahwa berbuat syirik membuat Allah Ta’ala murka dan menghanguskan
semua amal, karena hal itu sama saja dengan berkhianat pada Allah Ta’ala (analogi
selingkuh).
3
aspek akidah : tidak berbuat syirik, berbakti pada ortu, selalu merasa diawasi Allah.
“Dan hendaklah takut (pada Allah) orang-orang
yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah” - An Nisa : 9. Disebut generasi lemah jika tidak memiliki 3 hal : mandiri,
percaya diri, dan harga diri.
Tanamkan
selalu rasa takut dan “setia” pada Allah SWT. Sesungguhnya pendidikan dianggap
berhasil jika ilmu dan semua yang diberikan pada anak-anak dapat menambah rasa
takutnya pada Allah Ta’ala. Tanamkan
selalu perasaan selalu diawasi oleh Allah pada mereka. Guru dan ortu memberikan
teladan nilai-nilai kejujuran pada mereka sebagai penguatan, agar sang tawanan tumbuh
menjadi pribadi yang ber-integritas (samanya perkataan dengan perbuatan).
Didik
dan rawat mereka agar tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dalam 5 hal yaitu: fisik, karakter/mental, intelektual, spiritual dan finansial (agar ‘tidak mudah dibeli’). Ajarkan juga pada mereka keterampilan
hidup, dan biarkan mereka berani menghadapi “kesengsaraan” / tantangan hidup, tentunya dalam kadar yang sesuai "porsi" mereka.
Tanamkan
ahlak yang baik, ingatlah sumber
karakter itu berasal dari jalan, wajah, dan suara (jawara). Ajarkan pada
mereka agar sederhana dalam bersikap dan selalu berakhlak baik dimanapun dan
pada siapapun, terutama pada guru2 mereka agar ilmu yang diperoleh menjadi berkah.
Siapkan
“akal” anak-anak sedini mungkin, agar saat baligh-nya datang mereka sudah siap
menerima beban syariat. Jadi akal dan baligh bisa seiring sejalan (akil baligh
yang sesungguhnya).
Bersabarlah dalam menasehati / mengingatkan mereka, terutama dalam hal
ibadah sholat. Sesuai tuntunan, usia 7 tahun mereka mulai diberikan pelajaran
sholat, dan pada usia 10 tahun diharapkan sudah bisa mandiri sholat-nya, maka
idealnya ortu memberikan nasehat sebanyak 5475 kali (3
tahun x 365 hari x 5 waktu sholat = 5475).
Tanamkan juga bahwa mereka pantas dihargai dan pantas memperoleh yang terbaik.
Contoh sederhana ortu memberikan teladan duduk di barisan depan dalam setiap
acara yang melibatkan mereka, memberi kesempatan mereka membukakan pintu dan menerima tamu
di rumah, termasuk memberi kesempatan ikut mencicipi hidangan
yang akan disuguhkan pada tamu. Memberikan arahan dan wawasan
cita-cita yang “visioner” pada mereka. Contoh, bukan sekedar bercita2 jadi koki tapi
sekaligus menjadi pemilik resto-nya, menghargai hobby / bakat /
passion / cita2 mereka asalkan “semuanya
terkoneksi dengan Allah Ta’ala”.
Waspadai
penggunaan gadget/teknologi, selalu kontrol agar mereka menggunakan sewajarnya
dan dalam batas waktu yang aman & sehat (hindari kecanduan pathologis). Waspadai
juga game2 yang berpotensi merusak kesehatan otak mereka. Begitu pula trend
kompetesi game online yang marak saat ini, mesti disikapi dengan hati-hati dan
bijaksana, agar tidak merusak tatanan yg ada. Apalagi diperkirakan sekitar
tahun 2040 – an, negara kita mengalami “bonus
demografi” dimana jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak daripada
usia non produktif. Sedangkan usia produktif (baca generasi muda) kebanyakan
sangat tergantung dan melek teknologi. Sehingga pihak-pihak yang ingin merusak
tatanan negara ini dapat dengan mudah melakukannya melalui teknologi atau media
lainnya.
wallahu a'lam ...
Finally, terima kasih banyak untuk semua panitia, komite dan pendukung acara tersebut, jazaakumullahu khoir, barokallahu fiikum.