Akhirnya, setelah berjam-jam
di udara dan transit di Bandara Changi, aku menginjakkan kaki di Taiwan.
Matahari menyambut dengan hangatnya saat aku keluar dari Bandara Taoyuan.
Semilir angin pagi yang menerpa wajahku membuatku bisa bernapas lebih lega. Ini
bukan hanya soal perjalanan lintas negara, tapi juga langkah awal menuju
petualangan yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya. Taiwan, negeri yang
dijuluki Formosa karena keindahannya, menyambutku dengan tangan terbuka.
Program Summer Camp di Da-Yeh University yang awalnya kupikir hanya akan jadi
kegiatan musim panas biasa, ternyata berubah menjadi pengalaman yang membuka
mataku lebar-lebar.
Dari awal, kami sudah
dihadapkan dengan tantangan. Cuaca yang berbeda, makanan yang asing di lidah,
tempat tidur baru yang butuh waktu bagiku untuk membiasakan diri. Pelan-pelan
kami belajar beradaptasi. Hari demi hari, aku mulai menemukan ritme. Hal-hal
yang awalnya terasa tak biasa, sekarang jadi kenangan manis.
Salah satu inti kegiatan kami adalah kelas bahasa Mandarin. Setiap pagi, kami mengikuti pembelajaran yang seru dan jauh dari kata membosankan. Para pengajar sangat kreatif. Mereka menggabungkan pelajaran dengan permainan, membuat kuis, bahkan lagu pendek yang semuanya menggunakan bahasa Mandarin. Belajar jadi terasa ringan, dan tanpa sadar, kami jadi bisa memahami serta berbicara kalimat sederhana. Rasanya seperti membuka jendela baru, aku bisa menyapa dan berbelanja yang sebelumnya terasa asing di telinga.
Selain kelas bahasa, kami juga
mengikuti berbagai kelas budaya yang memperkaya pengalaman kami. Salah satu
yang paling berkesan adalah kelas memasak Taiwanese Cabbage Salad. Siapa
sangka, meracik bumbu yang pas bisa jadi pengalaman menyenangkan? Kami juga
belajar tentang face painting dalam opera tradisional. Warna merah berarti
kesetiaan, putih berarti pengkhianatan, dan dari wajah-wajah yang dilukis
itulah, aku belajar bahwa setiap budaya punya cara unik untuk bercerita.
Waktu di luar kelas jadi momen paling hangat. Malam hari sering kami habiskan dengan ngobrol santai di kamar teman, saling berbagi cerita sambil menyeruput milk tea atau menyeduh mie instan bareng. Kadang, hanya duduk di balkon asrama sambil menikmati angin malam dan langit berbintang sudah cukup untuk membuat kami merasa nyaman. Momen sederhana seperti ini justru jadi hal-hal yang paling melekat di ingatan. Dari jalan-jalan menyusuri komplek universitas, menemukan spot yang bagus untuk duduk bersama teman-teman sambil deeptalk, ngobrol santai di area laundry, saling berbagi camilan, sampai unboxing belanjaan yang dibeli saat jalan-jalan, semuanya terasa begitu hidup.
Satu hari yang tak mungkin aku
lupakan adalah perayaan 17 Agustus di negeri orang. Meski kami jauh dari tanah
air, semangat nasionalisme tetap membara. Kami merayakannya dengan sederhana
tapi khidmat. Acara dimulai dengan bapak guru kami yang menyampaikan narasi
kemerdekaan, lalu kami bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan dengan penuh
semangat. Setelah itu, kami makan nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauk khas
Indonesia, dari nasi kuning, ayam panggang bumbu rempah, telur balado, urap,
hingga sambal, kurang kerupuk aja sih. Walau sederhana, suasananya hangat dan
bikin haru. Rasanya seperti membawa sepotong Indonesia ke tengah-tengah Taiwan.
Kami juga mengunjungi beberapa SMA di Changhua, ada tiga sekolah yang kami datangi, yaitu National Changhua Senior High School, Changhua Arts High School, dan National Xihu Senior High School. Aku merasa sangat senang bisa berkunjung dan melihat langsung fasilitas yang ada serta mengetahui kurikulum sekolahnya. Pengalaman di National Xihu Senior High School jadi salah satu yang paling berkesan, di sana aku berkelompok dengan teman-teman dari Xihu, kami bekerja sama membuat origami, saling bertukar media sosial, jalan-jalan mengelilingi sekolah, dan mengobrol banyak hal. Rasanya hangat sekali bisa berinteraksi langsung dengan mereka.
Kami juga berkesempatan
mengunjungi beberapa tempat ikonik di Taiwan. Salah satunya adalah National
Museum of Natural Science di Taichung. Tempatnya interaktif dan penuh
informasi. Aku merasa seperti anak kecil yang takjub melihat segala hal baru.
Setelah itu, kami melanjutkan petualangan ke Yi Zhong Night Market. Ini
pengalaman pertamaku mengunjungi pasar malam di Taiwan. Lampu warna-warni,
aroma makanan, dan hiruk-pikuk pengunjung menciptakan suasana yang hidup. Aku
mencoba berbagai makanan, dari ayam goreng yang renyah, thai tea yang segar,
hingga bola-bola kentang panas yang kenyal. Tapi yang paling aku suka adalah
tanghulu, stroberi segar yang dilapisi gula karamel, ditusuk seperti sate.
Rasanya manis, renyah, dan menyegarkan. Setiap gigitan seperti membawa rasa
penasaran yang baru.
Perjalanan kami berlanjut ke
Sun Moon Lake, danau terbesar di Taiwan yang dikelilingi pegunungan hijau dan
udara yang sejuk. Di sana, aku duduk di bawah gazebo, menikmati angin dan suara
alam yang tenang. Rasanya cocok sekali untuk merenung. Di tengah pemandangan
yang menenangkan itu, aku teringat perjalanan yang sudah aku lalui bagaimana
awalnya aku tidak biasa dan sempat ragu, lalu perlahan-lahan bisa menikmati
semua prosesnya. Aku juga menyempatkan membeli oleh-oleh, dari gantungan kunci
lucu hingga magnet kulkas bertuliskan Taiwan yang unik untuk orang-orang
tersayang di Indonesia.
Kini, saat pesawat mengudara
membawaku kembali ke Indonesia, aku tidak hanya membawa koper penuh oleh-oleh,
tapi juga kenangan yang penuh cerita dan pelajaran hidup. Dari belajar menyapa
dalam bahasa baru, merasakan makanan asing, menjalin persahabatan, hingga
memahami nilai-nilai lokal yang berbeda tapi bermakna. Aku merasa pulang dengan
versi diriku yang lebih terbuka, lebih mandiri, dan lebih bijak.
Program Summer Camp di Da-Yeh
University bukan cuma soal "melangkah jauh" secara fisik ke negara
lain. Lebih dari itu, program ini membawaku berjalan jauh dalam proses
pendewasaan. Aku belajar bahwa “rumah” tidak selalu soal tempat, tapi tentang
rasa. Rasa nyaman bersama teman-teman, rasa bangga ketika bisa mengatasi
tantangan, dan rasa syukur atas momen-momen kecil yang membentuk cerita besar
dalam hidupku.
Taiwan kini bukan lagi sekadar
nama di peta atau cap di paspor. Taiwan sudah menjadi bagian dari perjalanan
hidupku. Dan aku tahu, kenangan ini akan selalu aku bawa ke mana pun aku melangkah
selanjutnya."