Oktober 17, 2016

Menjadi Dosen Profesional ...

Rabu 12 Oktober 2016 lalu, berkesempatan mengikuti Workshop Pengembangan Karir & Profesi Dosen yang diselenggarakan oleh Kopertis Wilayah VII. Pemateri workshop terdiri dari Koordinator Kopertis VII - Prof. Suprapto dan Dirjen SDID Kemristek DIKTI - Prof. Ali Gufron (dulu beliau juga pernah menjabat wakil menteri kesehatan).
Sebenarnya workshop ini untuk dosen DPK (dosen PNS yang dipekerjakan Kopertis atau diperbantukan untuk bertugas di PTS), tapi dosen DPK kami berhalangan hadir saat itu.

Pada sesi pertama, Koord. Kopertis 7 mengawali paparannya dengan pertanyaan yang menarik, "apakah dosen-dosen di depan saya ini adalah dosen yang profesional? sebelum menjawab, mari berkaca dulu pada cermin yang jernih ". Yang kupahami 'cermin jernih' yang beliau maksud adalah semua aturan atau regulasi yang mengatur tentang penjaminan mutu perguruan tinggi dan mutu dosen, antara lain PP no 37 tahun 2009, PP no 53 tahun 2010, UU no 12 tahun 2012, UU no.5 tahun 2014, Permenristekdikti no 44 tahun 2015, UU no. 14 tahun 2015, dan peraturan lain yang terkait. Dosen memang mesti aware terhadap aturan-aturan yang memayunginya agar bisa menjadi dosen profesional sekaligus tidak salah langkah.

Tahapan menjadi dosen yang profesional menurut beliau adalah sebagai berikut :
berawal dari passion - pengembangan diri / studi lanjut - mengasah teaching skill - melakukan riset dan abdimas - dan mempublikasikannya.
Kepedulian terhadap pengembangaan karir dan profesinya bisa diwujudkan melalui studi lanjut, mengikuti training / workshop, mengurus kenaikan jabatan akademik secara berkala, dan berupaya untuk memperoleh sertifikat pendidik (serdos). 

Dosen profesional juga harus berkomitmen terhadap waktu / jam kerja sekaligus komit melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas tri dharmanya. Jika mengacu pada Permendikbud no 107 tahun 2013 maka jam kerja dosen per minggu nya 37.5 jam. Idealnya kehadiran dosen di kampus rata-rata 8 jam per hari (dipotong jam istirahat), dan selayaknya jam kerja tersebut digunakan secara optimal untuk melaksanakan kegiatan pengajaran, meneliti, abdimas, serta kegiatan yang berhubungan dengan jabatan struktural untuk dosen dengan tugas tambahan (DT). Kesimpulan beliau, dosen profesional itu mesti mempunyai tiga hal : well skill - well etic - well pay.

Pada sesi kedua, Dirjen SDID Kemristek DIKTI memaparkan aturan-aturan seputar jabatan akademik (jakad) dan prosedur pengurusan kenaikan jabatan. Beliau juga memotivasi peserta workshop untuk dapat mengurus kenaikan jabatan akademiknya secara berkala. Dengan bercanda beliau bilang " mumpung sekarang masih masuk masa-masa mudah dalam pengurusan jakad, maka bersegeralah ngurus, ntar kalo sudah masuk masa-masa sulit, kami gak bertanggung jawab lo ya" he he beliau bisa saja. Beliau juga menguatkan 'pernyataannya' dengan menampilkan sebuah foto pelantikan seorang guru besar di Fakultas Kedokteran UNAIR yang baru-baru ini berhasil meraih guru besar (profesor) hanya dalam jangka waktu 2 bulan - tidak lagi bertahun-tahun seperti masa sebelumnya.

Sesi terakhir workshop diisi tanya jawab, antara lain sebagai berikut :
(1) keluhan peserta tentang kebiajkan terbaru yang menghentikan uang makan DPK
jawab : ada aturan bahwa uang makan diberikan pada PNS yang bertugas dalam lingkungan kantor yang sama - itu yg berhasil kusimak, cmiiw yaa;
(2) sulitnya proses mutasi DPK Kopertis 7 ke PTN
jawab : pada prinsipnya DPK bisa mutasi ke PTN dg syarat ada surat ketr rasio, srt ketr diterima di PTN tujuan, srt lolos butuh dari PTS asal, dan ijin dari Kopertis. tapi saat ini Kopertis 7 belum mengijinkan karena terbatasnya jumlah DPK di wilayahnya dan juga mengingat data rasio dosen di PTS Jatim yang masih kurang;
(3) lamanya masa tunggu CPNS memperoleh SK PNS padahal telah menyelesaikan prajab, sehingga tidak bisa studi lanjut atau ngurus jakad
jawab : harap bersabar dan ikuti saja aturan yang berlaku untuk amannya;
(4) keluhan sebagian PTS yang "jalannya tertatih-tatih" karena mahasiswanya sedikit atau karena sunber daya yang dimilikinya lemah
jawab : lebih disarankan untuk merger / berbagi sumber daya dengan PTS yang lebih "kuat" tentu melalui MOU yang saling menguntungkan, sehingga bisa fokus meningkatkan mutu;
(5) kategori jurnal bereputasi itu seperti apa, apakah harus ter-indeks Scopus
jawab : tidak harus ter-indeks Scopus, bisa juga ter-indeks Thomson, LIPI, dan lembaga yang kredibel lainnya.
Pemateri tak lupa mengingatkan bahwa batas waktu unggah Renstra-RIP riset dan abdimas ke sistem litabmas sd tgl 30 Oktober 2016, hal itu untuk melengkapi persyaratan pengajuan hibah ristek dan abdimas DIKTI.

Semoga bermanfaat...







Tidak ada komentar: