Mudik dan
libur lebaran tahun ini, kami muter2 cukup jauh. Habis sholat Ied, silaturahmi dulu ke rumah ibunda di Rungkut, di situ ngumpul saudara2ku termasuk mbah dan bude yang sudah sebulan 'liburan' di rumah kami. Malamnya keluarga kecilku bersama rombongan keluarga besar suami berangkat ke Kudus. Bus pariwisata yg disewa rombongan keluarga besar suami berangkat
dari meeting point Jl. Raya Wiyung Surabaya. Silaturahmi keluarga besar suami tahun ini ditempatkan di rumah kakak iparku yg tertua di Kudus.
Bus melalui jalur selatan, jemput kelg kakak suami di Nganjuk, lalu lanjut lewat Sragen – Purwodadi - Kudus. Setelah bersilaturahmi dan jalan2 tipis keliling kota Kudus : ke masjid menara kudus (terdapat komplek makam Sunan Kudus di sebelah masjid yg dibatasi tembok, sayangnya sempet kulihat ada yg sholat di makam itu.. astaghfirullah) , beli oleh2 khas kudus - jenang mubarok, dan icip2 soto daging kerbau khas Kudus - sabtu malam rombongan balik ke Surabaya. Alhamdulillah perjalanan pp aman dan cukup menyenangkan, walau sempet macet cukup lama di sekitar pintu masuk dan keluar tol Bandar - Kertosono.
Selasa 19 juni, nganter mbah uti dan bude pulkam sekalian mudik ke Situbondo. Esoknya habis subuhan lanjut jalan2 ke Banyuwangi. Qodarullah, mobil kami mengalami masalah di sekitar alas Baluran. Bersyukur tidak terlalu jauh dari rest area alas Baluran, dan ada pertolongan melalui P.Ahmad pemilik warkop yg buka 24 jam di rest area itu. Beliau membantu suamiku ngecek kondisi mobil dan menjemput teknisi yg biasa memperbaiki mobil2 yg mengalami masalah di sekitar alas Baluran itu. Sekitar 5 jam kami ‘terpaksa ngendon’ di situ, menunggu teknisi memperbaiki kerusakan + harus membeli suku cadang di Banyuwangi – yg jaraknya masih sekitar 50 km dari alas Baluran. MasyaaAllah..teknisinya menempuh perjalanan Baluran – Banyuwangi pp dengan santainya, tanpa helm dan tanpa persiapan apapun.
Bus melalui jalur selatan, jemput kelg kakak suami di Nganjuk, lalu lanjut lewat Sragen – Purwodadi - Kudus. Setelah bersilaturahmi dan jalan2 tipis keliling kota Kudus : ke masjid menara kudus (terdapat komplek makam Sunan Kudus di sebelah masjid yg dibatasi tembok, sayangnya sempet kulihat ada yg sholat di makam itu.. astaghfirullah) , beli oleh2 khas kudus - jenang mubarok, dan icip2 soto daging kerbau khas Kudus - sabtu malam rombongan balik ke Surabaya. Alhamdulillah perjalanan pp aman dan cukup menyenangkan, walau sempet macet cukup lama di sekitar pintu masuk dan keluar tol Bandar - Kertosono.
Selasa 19 juni, nganter mbah uti dan bude pulkam sekalian mudik ke Situbondo. Esoknya habis subuhan lanjut jalan2 ke Banyuwangi. Qodarullah, mobil kami mengalami masalah di sekitar alas Baluran. Bersyukur tidak terlalu jauh dari rest area alas Baluran, dan ada pertolongan melalui P.Ahmad pemilik warkop yg buka 24 jam di rest area itu. Beliau membantu suamiku ngecek kondisi mobil dan menjemput teknisi yg biasa memperbaiki mobil2 yg mengalami masalah di sekitar alas Baluran itu. Sekitar 5 jam kami ‘terpaksa ngendon’ di situ, menunggu teknisi memperbaiki kerusakan + harus membeli suku cadang di Banyuwangi – yg jaraknya masih sekitar 50 km dari alas Baluran. MasyaaAllah..teknisinya menempuh perjalanan Baluran – Banyuwangi pp dengan santainya, tanpa helm dan tanpa persiapan apapun.
Saking lamanya menunggu, kami
sempet lesehan di amben bambu milik P.Ahmad. Si sulung bahkan sampe makan mie
instan 2x di warkop P.Ahmad itu, juga sempet ngerjain laporan praktikumnya – yg
memang sengaja dibawa saat berlibur, krn minggu depan sudah masuk kuliah. Si
bungsu sempet merengek minta pulang, setelah bosen foto2 obyek di sekitar alas..hehe.
Akhirnya..alhamdulillah sekitar jam 1 siang mobil selesai diperbaiki.
Jazaakumullahu khoir untuk P. Ahmad dan pak teknisi – sampe lupa gak nanya nama
beliau.
Hmmm…
rencana awal berangkat pagi2 dari Situbondo agar bisa mengunjungi beberapa destinasi
wisata sebelum cek in di hotel Mahkota – Genteng, akhirnya mesti disusun ulang.
Itinerary-nya sih ke Savana Bekol di Taman Nasional Baluran, mampir ke Waroeng
Kemarang – kulineran khas Banyuwangi yg katanya view sawah di sekitar 'warung' mirip di Ubud Bali dan baru diresmikan Menpar itu, ke Jawatan Benculuk - yg katanya deretan pepohonannya mirip seting dlm film Lord of the Ring itu, dan ke pantai Pulau Merah - yg lagi viral itu. Itulah .. manusia mmg hanya bisa
merencanakan, Allah yang menentukan, ambil hikmahnya saja.
Alhamdulillah
dengan waktu yg terbatas, kami masih sempet jelajahi 'little africa’ alias
Savana Bekol di dalam Taman Nasional Baluran. Bagi yg pingin ke sana, usahakan kondisi ban mobil prima, karena
akses masuk ke Savana cukup jauh dan jalannya rusak parah (btw katanya sih
turis2 asing malah suka dg kondisi jalan yg menantang gitu.. waduh !), dan jangan
terlalu sore masuk ke savana, karena tidak ada penerangan di sepanjang akses masuk. Pintu loket
ditutup jam 4 sore, dan semua pengunjung wajib sudah keluar dari Savana Bekol
maksimal jam 6 senja. Di savana, ada beberapa spot foto yg menarik dan banyak
kera liar berkeliaran.
Saat kami berkunjung, hanya dapat menyaksikan 3 ekor banteng jawa dan seekor rusa dari kejauhan. Menurut petugasnya, sebaiknya pagi2 sudah nyampe savana, jika ingin melihat gerombolan banteng dari dekat, yg biasa minum di beberapa kolam buatan di tengah2 savana. Infonya, banteng jawa di sana ‘sensitif’ dgn kehadiran pengunjung, bukan seperti di taman safari yg ‘dijamin’ hewan2nya pasti nongol he he.. Oya htm-nya murah, cuma 5 ribu per orang dan 10 ribu untuk mobil.
Saat kami berkunjung, hanya dapat menyaksikan 3 ekor banteng jawa dan seekor rusa dari kejauhan. Menurut petugasnya, sebaiknya pagi2 sudah nyampe savana, jika ingin melihat gerombolan banteng dari dekat, yg biasa minum di beberapa kolam buatan di tengah2 savana. Infonya, banteng jawa di sana ‘sensitif’ dgn kehadiran pengunjung, bukan seperti di taman safari yg ‘dijamin’ hewan2nya pasti nongol he he.. Oya htm-nya murah, cuma 5 ribu per orang dan 10 ribu untuk mobil.
Sarapan di hotel sih sederhana.. suamiku bilang lebih pas untuk vegetarian hehe.. menunya capjay full sayuran,
bihun goreng, tahu dibumbu bali (?), acar dan krupuk. Minuman yg tersedia air mineral, teh dan kopi
hitam. Seperti biasa, jatah sarapan free per kamar untuk 2 orang saja, tapi jika nambah jatah untuk anggota keluarga lainnya cukup murah, hanya 20 ribu per orang. Sebandinglah dg menu yg sederhana itu, tapi lumayan enak koq rasanya. Sebelum
cek out kami pesen 2 porsi nasi gandrung dan nasgor jawa untuk bekal ke pantai.
Perjalanan dari
hotel ke pantai Pulau Merah ditempuh sekitar 1,5 jam. Nyampe di kecamatan
Jajag, kami disuguhi pemandangan desa yg cukup bersih dan menyenangkan. Banyak ditemui
kebun buah naga dan kebun jeruk, belakangan baru nyadar kalo buah naga memang
ikon kecamatan itu. Beberapa patung buah naga ditemui di persimpangan jalan. Petunjuk
ke arah pantai-pun mudah kami temui. Mendekati pantai, kami sempet melewati
sebuah bangunan seperti bangunan pabrik, terdapat beberapa bis sekolah terparkir
di halamannya dan ada papan peringatan ‘ledakan’ di sebelah papan nama
perusahaan PT Bumi Suksesindo. Gak jauh dari situ kulihat ada papan bertuliskan
‘Banyuwangi menolak tambang Tumpang Pitu’. Jadi penasaran.. setelah browsing2
baru paham bahwa perusahaan itu bergerak di bidang tambang dan pengolahan emas.
Kalo dari beberapa tayangan di youtube sih perusahaan itu sudah memenuhi ijin keamanan
operasional dan standar ramah lingkungan.. entahlah papan penolakan itu
ditujukan untuk siapa.
Memasuki
area parkir pantai, kami disuguhi deretan pohon yg menjulang tinggi , jadi terkesan adem banget. Turun dari mobil, langsung kedengeran
gemuruh ombak pantainya. MasyaaAllah ... pantainya memang cantik dan bersih. Terlihat pulau kecil rimbun dengan pepohonan seperti bukit kecil - gak
jauh dari pantai, ada sedikit area yg gundul dari bukit itu – dan terlihat
tanahnya berwarna kemerahan. Pasirnya lembut berwarna coklat muda,
ombaknya cukup besar tapi masih aman untuk bermain2 di pantainya yang bersih.
Ada beberapa bendera merah yang ditancapkan di bibir pantai penanda area rawan
bagi pengunjung – berbahaya jika bermain 'menantang ombak' terlalu ke tengah.
Di pinggir pantai
dekat area parkir, banyak berjejer tenda2 kecil plus kursi pantai berbantal
empuk yang disewakan. Pilih saja salah satu yg kosong, nanti akan didatangi
pemiliknya. Cukup murah harga sewanya, 20 ribu per jam-nya, jika 3 jam dapat
diskon – cuma bayar 50 ribu. Oya htm ke pantai juga murah, cuma 8 ribu per orang dan 5 ribu per mobil. Pedagang yang menjajakan makanan, layangan
dan kacamata hitam cukup ramah menawarkan dagangannya, tidak
terkesan memaksa seperti yg pernah kami temui di tempat wisata lainnya. Murah2 harga
makanannya .. rujak manis per porsi hanya 7 ribuan, es degan lengkap dg buahnya
hanya 10 ribu, dan tahu bulat goreng per bungkus hanya 3 ribu saja. Bener juga info yg pernah kubaca, Banyuwangi merupakan kota 'termurah' setelah Solo :)
Saat itu angin berhembus lumayan kencang, pas banget untuk bermain layang2 di sana. Sekitar area parkir,
toilet, area penjual souvenir dan warung – semuanya cukup bersih, banyak tersedia
tempat sampah. Petugas keamanan pantai beberapa kali memperingatkan melalui
pengeras suara tentang kebersihan, dan tentunya tentang batas aman bermain di
pantai bagi pengunjung. Juga menawarkan jika ada pengunjung yang ingin mencoba
belajar surfing didampingi pelatih.
Hmmm..
jarak yang jauh menuju pantai sungguh terbayarkan. Sepertinya
jajaran pemerintah di Banyuwangi benar2 berbenah untuk mendongkrak potensi
wisatanya – seperti yg sering kubaca dan kudengar di media. Meninggalkan
Pulau Merah, mesti balik lagi ke arah Genteng – ke arah hotel kami menginap yang
berada persis di tepi jalan raya ke arah Jember. Di Glenmore, sempet mampir
beli pia khas daerah itu. Murah, enak dan renyah. Tersedia banyak rasa,
mulai dari rasa pia yang konvensional sampai rasa cappuccino. Ada yg menarik
perhatianku saat membayar di kasir, di situ dipajang kotak kaca berisi patung wanita penari gandrung khas Banyuwangi. Hmm..cantik sih patungnya, tapi sebagai muslim janganlah kita tertarik untuk membuat atau mengoleksi patung mahluk bernyawa, kecuali untuk mainan anak2.. wallahu a'lam.
Alhamdulillah
perjalanan aman, lancar dan gak macet. Termasuk saat kami memasuki kawasan perkebunan
kopi robusta di lereng gunung Gumitir yang jalannya berkelok-kelok dan mendaki
itu. Sempet turun hujan dan berkabut sih.. tapi jarak pandang masih aman. Masih
terlihat jelas deretan pohon kopi yang sedang berbunga dan beberapa buahnya
mulai tampak. Sayangnya kami menemui beberapa orang - sepertinya mereka asli
penduduk di sana, termasuk ibu2 dan anak2 yang melambai2kan tangannya di
pinggir jalan sepanjang kawasan wisata kebun kopi itu. Entahlah apa yg mereka
maksud dg terus melambai2kan tangannya itu..mungkinkah meminta2 (?). sayang sekali
jika mmg demikian ya..
Pingin
sebenarnya mampir sholat di rest area atau di café Gumitir - daerah Kalibaru itu, krn di situ juga
ada beberapa spot menarik untuk dikunjungi. Seperti wisata keliling kebun kopi
dan ke pabrik kopi, termasuk ke terowongan kereta api peninggalan Belanda yang
masih berfungsi itu. Ada area outbond dan naik kuda juga di sekitar café itu. Tapi karena hari sudah menjelang maghrib jadi
kuatir kemalaman, perjalanan balik ke Sidoarjo masih lumayan jauh. Keluar dari
kawasan Gunung Gumitir, pemandangan berganti dengan banyak deretan pohon pinus..
hmmm… tetep hijau dan asri.
Setelah
ishoma di Bromo Asri deket Tongas, lanjut jalan menuju Sidoarjo. Alhamdulillah
nyampe rumah dg selamat sekitar jam 12 malam. Sudah kebayang bakal borongan nyuci
nyetrika dan beres2 rumah nih.. Setelah itu, persiapan fisik dan mental kembali
ke aktifitas normal termasuk persiapan ngantor lagi. Hmm masih banyak pe
er di kantor, mesti disugesti untuk kembali 'wake up' he he.
Finally... masih dalam suasana lebaran, kami ucapkan "Taqobballallahu minna wa minkum, semoga Allah mempertemukan kita kembali dengan Ramadhan tahun depan .. aamiiin".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar