Maret 04, 2008

sabai dee



Sabai dee... sapaan akrab khas Laos ini artinya "apa kabar". sapaan akrab lainnya yg kuingat adalah khob chai yg artinya "terima kasih". Pengalaman pertama ke Vientiane thn 2007 lalu cukup mengesankan. Apalagi saat itu aku & teman2 satu komunitas elearning IGI berkesempatan bisa sambil mengajar, ini juga karena kebetulan terlibat dlm proyek kerjasama pemerintah Indonesia dan Jerman lewat payung IGI - GTZ HRD ME Laos untuk pengembangan elearning di sana.. alhamdulillah

Pertama kali tiba di Vientien, awal nov 2007 lalu,  kesannya kami kayak mau mendarat di hutan, karena dari atas pesawat sama sekali gak ngeliat gemerlap lampu spt di bandara internasional Soetta Jakarta atau Suvarnabhumi Bangkok. Ternyata bandara internasional Wattay di kota Vientiane sangat sepi , sederhana dan kecil gak spt bandara internasional pd umumnya. Sptnya hanya menghubungkan ke negara2 tetangga terdekat - yg berbatasan langsung dg Laos spt Thailand, China, Vietnam, Myanmar dan Kamboja.

Pak Ben dan Pak Peter dari pihak IGI-GTZ langsung yg njemput kami, dari bandara langsung menuju hotel. Agak shock begitu nyampe hotel sekelas melati yg letaknya di jalan kecil yg mirip gang. Saat kami tiba memang pas weekend dan barengan ada festival sungai Mekong, jadi banyak turis luar yg dateng ke Vientien, dan semua hotel berbintang lagi penuh. Di sisi lain letak hotel kecil itu deket banget dengan sungai Mekong bisa dikatakan di pinggirannya , view di malam hari cukup bagus krn sungainya cukup luas dan daratan diseberangnya udah masuk wilayah thailand jd keliatan gemerlap lampu yg berderet gitu, tapi tetep aja gak nyaman suasana di dalam hotel dan kamarnya agak pengap.

Bersyukur esoknya - hari Senin udah gak peak season. Kami dipindahkan ke hotel yg lebih nyaman. Hotel pertama yg kami tempati namanya Mongkol Hotel - diplesetin temen2 jadi "mangkel hotel" krn sedikit bikin mangkel.. he he 

Vientien kotanya lengang maklum jumlah penduduknya sedikit, total seluruh Lao waktu itu hanya separo jumlah penduduk Jakarta. Cuacanya cukup sejuk, selama jln2 di sana gak pernah keringatan. Kotanya unik dgn banyak vihara yg khas spt di Bangkok. View yg bagus di sekitar sungai Mekong, dan banyak bangunan lama bergaya Perancis - Lao bekas jajahan Perancis. Dan ada satu bangunan cantik di Patuxay Park mirip yg ada di Paris (lupa namanya..itu tuh tempat Lady Di yg kecelakaan dulu). 

Sepintas keliatan kehidupan di sana sederhana, tapi mobil2 yg berseliweran bagus2, dan posisi kemudi di sebelah kiri, jarang banget ditemui mobil jelek / tua kecuali tuk-tuk (angkutan umumnya)

Acara pembukaan training elearning untuk guru2 di Laos ini dihadiri oleh sekretaris III Dubes RI untuk Laos waktu itu - pak Loegeng ...beliau seneng banget ketemu kami yg ke Laos untuk ngajar. malamnya kami diundang ke Kedubes RI di Laos untuk jamuan makan malam sekaligus menghadiri sosialisasi amandemen UUD 45 oleh anggota MPR yg lagi berkunjung ke Laos (kebetulan banget). Kami bisa ketemu dg sebagian masy. Indonesia yg ada di Laos, plus bisa icip2 masakan Indonesia. Alhamdulillah trainingnya juga berjalan lancar, pesertanya pada semangat, banyak diantara mereka yg datang dari luar provinsi.

Kaum wanita dan remaja putri di Vientiane masih banyak yg setia make rok berbahan tradisional spt ulos (foto paling atas). Mereka keliatan bersahaja, pemandangan itu dapat ditemui di banyak tempat, di kampus, di pasar, di jalanan. Berbeda dengan kebanyakan remaja Bangkok yg pakaiannnya lebih casual menurutku. Kebetulan tahun 2006 sempat ke Bangkok - hadiri undangan konferensi elearning di Ramkhamhaeng University (disponsori IGI-GTZ juga.. terimakasih). 


Ada lagi yg unik dgn cara makan masyarakat di sana. Dalam satu jamuan makan siang di National University of Laos (NUOL), ada 2 bakul nasi yg tampilannya emang agak beda, penasaran kucoba dua2nya, ternyata yang satunya ketan, terlanjur ngambil kunikmati sjdgn lauk pauk dan sayuran yg tersedia (sayurnya super buanyak dan mentah..rupanya mereka penyuka lalapan spt org sunda..pantes kebanyakan cewek2 yg kutemui disana langsing2). dan yg bikin surprise...mereka dg santainya mengepal2 ketan itu dg tangan kiri sementara tangan kanan meramu sayur dan lauk di piring tersendiri..kemudian mencocol ketan yg udah berubah jadi bola2 kecil tadi ke "ramuan" yg mereka buat.

Vientiane - kota kecil yg dialiri sungai mekong yg legendaris itu sangat lengang...nggak ada macet blas! enaknya lagi disana berlaku 3 mata uang : dolar, baht (mata uang thailand) dan kip (mata uang Laos) jadi kalo kehabisan salah satunya gak perlu susah2 cari money changer, lagian disana gak bisa boros ..tempat cuci matanya terbatas 😊

3 komentar:

Unknown mengatakan...

sabai dee --> apa khabar
kalo orang vientien menyapa kita dengan sapaan itu, dan kita gak ngerti-ngerti, lama lama sapaan itu diganti dengan "capai deeh" :)

Uce Indahyanti mengatakan...

he he iya ya..."capai deeh" kalo gak ngerti2

jokowin mengatakan...

asik yha punya pengalaman ke laos jahe kunire.
pokok e tulis terus pengalamane, cekne ndang rame blog e
sabai dee sabai dee
sabar dik sabar dik.....
sing ora sabar gak oleh adikk e ...