"Membangun
Kemandirian & Tanggung Jawab Anak di Masa Transisi" ...
Tema
parenting di atas dibawakan dengan detil dan lugas oleh Ustadzah Hanifah pada
pertemuan ortu/walmur kelas 3 di SDIT Insan Kamil Sidoarjo beberapa bulan lalu
saat pembagian rapor sisipan (pertengahan semester 1). Saat ini murid kelas 3
termasuk si bungsuku sedang memasuki masa transisi. Di kelas sebelumnya,
mereka pulang siang sekitar pukul 13.30, mulai kelas 3 dst pulangnya sore
sekitar pukul 16.00. Sejak kelas 3 juga dipisah antara perempuan dan laki-laki,
hal ini diperlukan dalam rangka proses penegasan jati diri anak-anak sesuai
jenis kelaminnya.
Perubahan di masa transisi itu tentu berdampak pula pada perubahan sikap anak". Sehingga perlu menyiapkan diri untuk membangun kemandirian dan rasa tanggung jawabnya. Agar sesuai harapan, maka sebagai ortu, kita perlu menimba
ilmunya.
Pada
kesempatan tersebut, Ketua Komite juga memberikan sambutannya sekaligus
mengingatkan kami para ortu - untuk ‘menengok kembali’ jaminan mutu yang pernah di
tanda tangani saat anak" baru menginjak di kelas 1 dulu. Ortu perlu paham dan mendukung program”
sekolah, serta menjaga keselarasannya dengan kegiatan anak-anak di rumah. Ortu yang hebat adalah ortu yang terlibat,
begitu pesan beliau. Ortu dan sekolah perlu saling berkolaborasi & bersinergi
memberi bekal pada anak, termasuk dalam membentengi mereka dari lingkungan yang
kurang kondusif di sekitar lingkungan rumah. Sekaligus berharap mereka dapat ‘mewarnai’ lingkungannya dengan menjadi agen
perubahan yang baik. Intinya ortu / walmur dapat ikut mengawal pihak lembaga dalam
mewujudkan mimpinya (baca : visi dan misinya).
Dan berikut
rangkuman materi parenting yang dibawakan oleh pemateri tersebut di atas:
- Ciri” anak mandiri : mampu menolong dan merawat dirinya sendiri, mampu membuat sebuah keputusan sendiri, mampu melaksanakan keputusannya tersebut, bertanggung jawab atas tindakannya, dan tidak terlambat datang ke sekolah.
- Bunda mesti ‘telaten’ – mampu menahan diri untuk tidak langsung menangani ‘ketidakmandirian’ anak dan mampu menahan diri dari keraguan terhadap keputusan yg sdh diambil anak”.
- Upayakan tercipta lima kondisi berikut untuk mendukung proses pembelajaran kemandirian anak”: keteladanan, pembiasaan, nasehat, reward, punishment. Kelima hal tersebut juga perlu ‘disosialisasikan’ pada extended family (nenek/kakek/bibi/asisten rumah tangga – yg ikut tinggal sehari” di rumah). Berikan punishment yang realistis yg memang bisa diterapkan. Jangan asal ‘mengancam’ anak” dg hukuman yg pada akhirnya tdk ‘tega’ untuk diterapkan. Karena anak” akan belajar dari ketidakkonsistenan / ketidaktegasan ortu.
- Mulai usia 9 thn, anak" perlu diberikan tugas harian rutin ringan di rumah, seperti membereskan meja belajarnya, atau melipat mukenah dg rapi, atau membuang sampah, dll.
- Terapkan juga pola asuh K3SD di rumah : komitmen, kolaborasi, konsisten, sabar & do’a.
- Bangun komitmen bersama anak, libatkan mereka dalam pembuatan aturan" di rumah, buat jadwal harian dari bangun tidur di pagi hari sd menjelang tidur malam.
- Bersabarlah dan terus konsisten, jangan berharap instan - berharap anak” bisa cepat berubah mandiri, nikmati saja semua prosesnya. Salah satu hal sederhana yg perlu dibangun adalah kemampuan tidur sendiri - yg merupakan salah satu bentuk ketrampilan hidup. Upayakan terus bentuk" kemandirian sederhana, dengan dibarengi menciptakan suasana yg kondusif sampai anak” mampu melakukannya.
- Sampaikan pada anak”, bahwa kadang ortu 'wajib' bersikap tegas, semata untuk membantu menyiapkan mereka pada kehidupan yg sebenarnya.
IMHO.. menurutku yg
paling penting sebenarnya kembali pd kita sbg ortu - apakah masih ada niat dan kemauan
kuat untuk mewujudkannya? Memang praktek tak semudah teori yaa..
Jadi sebagai pengingat diri dan juga untuk para ortu : Selamat ‘terus mencoba’ J
Jadi sebagai pengingat diri dan juga untuk para ortu : Selamat ‘terus mencoba’ J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar