Februari 02, 2019

Mau dibawa kemana dunia penerbangan kita?

"Sudah hampir 70 tahun, sejak tahun 1946 sampai saat ini, kita justru harus minta izin kepada otoritas penerbangan Singapura jika ada pesawat kita yang mau terbang dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru di wilayah kedaulatan RI sendiri. Hal sama juga berlaku bagi penerbangan dari Pulau Natuna ke Batam dan penerbangan-penerbangan lain di kawasan Selat Malaka"

Miris ya.. terbang di wilayah sendiri tapi yg ngatur negara lain. Kutipan masalah Flight Information Region (FIR) Singapura - yg sebagian wilayah udaranya adalah wilayah kedaulatan RI - itu diambil dari buku bagusnya mantan pilot senior Bapak Chappy Hakim. Buku itu membuka wawasan kita tentang dunia penerbangan kita, juga betapa masih banyak pe-er 'mereka' yang mesti segera diselesaikan.

Apalagi akhir-akhir ini marak pemberitaan 'kurang enak' terkait dunia penerbangan - baik dari sisi operator maupun regulator penerbangannya. Mulai dari tragedi kecelakaan pesawat, masalah delay, sampai isu mahalnya tiket pesawat, sampai2 ada netizen yang memposting cara menyiasati kenaikan harga tiket, dari Papua ingin ke Jakarta, tetapi dia membeli tiket dg tujuan Kuala Lumpur. Alasannya harga tiket Papua  - KL jauh lebih murah (selisih sekitar 2 juta-an), dan bisa turun di Jkt saat transit (asal tdk ada bagasi dan punya paspor.. wallahu a'lam.. tapi jika benar demikian, sungguh memprihatinkan ya.. http://hai.grid.id/read/071602774/viral-cowok-ini-bagikan-cara-akali-tiket-pesawat-yang-mahal-beda-hampir-rp2-juta?page=all). Dan benar, temanku yang sedang bertugas di Polinef (Politeknik Negeri Fakfak), harus membayar tiket sekitar 5 juta unt tujuan Jakarta, padahal sebelumnya 'hanya' sekitar 3 juta-an, sayangnya dia telat tau info 'ngakali' itu, tiket Papua-Jkt sudah terlanjur dibeli :(

Belum lagi isu bagasi berbayar pada penerbangan berbiaya rendah (LCC), yang ditengarai sebagai bentuk kenaikan tiket pesawat 'terselubung' (baca di sini https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190111180643-92-360254/ylki-bagasi-berbayar-bentuk-kenaikan-harga-tiket-terselubung dan ini
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3868905/ylki-bagasi-pesawat-berbayar-bentuk-inkonsistensi-lcc). Semoga segera ada tindak lanjut, agar tiket kembali murah dan free bagasi (gak kebayang pergi jauh2 tapi gak bisa bawa barang banyak plus oleh2 hehe...)

Kembali ke bukunya Pak Chappy di atas, yang mengulas semua hal terkait dunia penerbangan RI, mulai dari sejarahnya, pertumbuhannya, manajemen pelayanannya, daftar panjang insiden kecelakaan pesawat & catatan penyelidikannya, permasalahan manajemen penerbangan, sampai dengan 'punishment' berupa larangan terbang di wilayah Eropa terhadap maskapai-maskapai RI. Ya.. negara kita pernah terkena larangan terbang di Eropa, setelah otoritas penerbangan internasional menemukan banyak pelanggaran terhadap aturan keselamatan penerbangan internasional oleh negara kita. Dunia penerbangan kita dianggap 'tidak bisa' menyesuaikan diri dengan berbagai regulasi keselamatan terbang internasional.

Dalam buku tersebut juga diulas berbagai solusi, berupa masukan2 dan tindakan2 nyata yang telah coba dilakukan untuk mengatasi 'carut marutnya' dunia penerbangan nasional. Mulai dari men-deregulasi perizinan pendirian maskapai penerbangan, sampai membentuk satgas EKKT (Evaluasi Keselamatan & Keamanan Tranportasi) di masa pemerintahan Presiden SBY. Timnas EKKT yg diketuai oleh sang penulis buku tersebut, dibentuk berdasar SK Pres RI No. 3 Tahun 2007, dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Berikut poin-poin garis besar hasil evaluasi Timnas EKKT :

  • penyebab dari berulangnya kecelakaan pesawat antara lain karena tidak ditangani secara serius dan proses penyelidikan yang tidak tuntas, sehingga akar permasalahan tidak pernah terungkap.
  • aspek aviation safety yang cenderung sering diabaikan oleh sebagian besar maskapai atau operator penerbangan.
  • kebiasaan sebagian pilot yg cenderung mengandalkan mekanisme pengendalian otomatis pesawat (autopilot), ternyata dapat menurunkan basic pilot flying skills, yg ditengarai sebagai salah satu penyebab kecelakaan pesawat (hal ini juga sudah diteliti secara serius di Iowa University yang dibiayai oleh NASA)
  • kurang tegasnya pihak regulator penerbangan (kemenhub dan yg terkait) dalam menindaklanjuti pelanggaran2 yg terjadi.
  • kurangnya SDM terutama tenaga pengawas atau inspektor yang kompeten di bidang pengawasan dunia penerbangan.
  • disiplin yang rendah di kedua belah pihak (operator & regulator penerbangan).
  • kondisi sarpras infrastruktur penerbangan yg sudah kadaluwarsa
  • manajemen Air Traffic Control (ATC) yang 'buruk'.
  • kesenjangan yg terjadi antara pertumbuhan penumpang yg begitu pesat dengan ketersediaan SDM (termasuk pilot) dan kesiapan infrastruktur penerbangan (termasuk kelayakan bandara)
Dan berikut saran & rekomendasi yang disampaikan oleh timnas EKKT tersebut :
  • segera dilakukan pembenahan menyeluruh secara mendesak dan terintegrasi, termasuk 'merampingkan' jumlah maskapai penerbangan yg terlalu banyak.
  • disusun ulang alur renstra  dan jangka panjang menyangkut sistem transportasi nasional yg komprehensif.
  • penegakan aturan dan regulasi yg berlanjut dengan law enforcement yg mengandung efek jera.

Bagaimana dengan upaya mengatasi lalu lintas yang super duper padat di bandara Soekarno Hatta, yang dinilai banyak kalangan 'sudah tidak layak' dan dituding jd slh satu penyebab seringnya delay jadwal take off (terutama pesawat bertarif rendah) di jam2 sibuk?  bagaimana dengan masalah FIR Singapura itu? dan bagaimana pula dengan status penerbangan negara kita yg mengalami 'down grade' dari otoritas penerbangan internasional (ICAO) itu? Pe er masih banyak, belum semuanya dapat diselesaikan. Semua tergantung upaya super serius dan koordinasi bagus dari semua pihak terkait, dari operator penerbangan & regulatornya. Bukan sekedar solusi 'tambal sulam' tanpa rencana yg matang, hanya mencari "gampangnya" saja dan keputusan yg dibuat terkesan 'panik'.  Untuk masalah terkait kedaulatan wilayah udara RI tentu butuh peran bukan hanya dari Kementrian Perhubungan, tetapi juga dari Kementian Pertahanan, AURI, Kem. Dalam Negeri, dan Kem. Luar Negeri.  Dan untuk masalah 'down grade', Dirjen Perhubungan Udara telah membentuk tim khusus dalam menangani Roadmap to Safety untuk menindaklanjuti temuan2 ICAO itu.

Pada bagian penutup, penulis berharap kita dapat berkaca dari keberhasilan PT. KAI dalam memperbaiki manajemen per-kereta api-an nasional yang dulunya juga sempat carut marut. Keberhasilan yg awalnya sempat diragukan bisa tercapai itu, dapat menjadi contoh nyata dan pelecut bagi perbaikan serius dan menyeluruh manajemen penerbangan negara kita. Semoga...

catatan:
Bapak Chappy Hakim sampai sekarang masih produktif menulis, sungguh menjadi teladan bagi kita dalam berkontribusi sesuai bidang kita masing-masing. Simak info selengkapnya pada tautan2 berikut:

Tidak ada komentar: