April 13, 2014

Topik nano-nano

Sekian lama gak posting, jadi bingung topik apa yg ingin kubagi saat ini. Sebenarnya beberapa waktu lalu pengen nulis ttg beberapa bagian menarik dari buku "Kesaksian Seorang Pilot" terbitan Darul Sunnah, yang kebetulan kubeli berdekatan waktunya dengan tragedi hilangnya pesawat MH370 milik Malaysia Airlines itu.

Seperti kata pengantar yang diberikan oleh Kapten Pilot Sukarwono, buku itu banyak membagi pengalaman sang pilot sekaligus sang penulis - Kapten Pilot Anas AL-Qauz- yang sarat makna dan hikmah. Intinya bahwa secanggih apapun sistem dalam pesawat, seperti sistem listrik, sistem hidrolik, sistem tekanan udara dalam kabin yang hampir mampu menyamakan tekanan pada permukaan bumi saat pesawat terbang tinggi, sistem AC yang mampu mengondisikan suhu kamar, ketika suhu di luar pesawat mencapai minus 50 derajat, juga sistem radar yang mampu mendeteksi keberadaan awan dan pesawat lain, serta sebanyak apapun pengalaman sang pilot, tetaplah hukum Allah Ta'ala tentang kematian berlaku di langit ataupun di bumi. 

Salah satu kisah penuh hikmah dari buku tersebut adalah peristiwa syahid seorang pilot saat sedang bertugas. Sungguh betapa keistiqomahan ibadah semasa hidup sang pilot - Kapten Khalid Asy Syubaili - yang juga teman sang penulis - telah menghantarkan kematian beliau saat bertugas dalam keadaan syahid, insya Allah Ta'ala. Pada malam gelap gulita itu pesawat yang dikemudikannya bertabrakan dengan sebuah pesawat Rusia di langit India. Dari kotak hitam diketahui beliau sempat memohon ampun kepada Rabb-nya dan menyempurnakan kalimat syahadat sesaat sebelum tabrakan terjadi.

Kalimat tauhid itu diucapkannya dengan cepat berlomba dengan pesawat Rusia yang datang dengan kekuatan penuh ke arahnya. Menurut paparan sejumlah bukti dalam buku itu, hal tersebut terjadi karena kesalahan kapten pesawat Rusia yang tidak bersandar pada terjemahan mekanik komunikasi, sehingga dia terbang pada ketinggian yang sama dengan pesawat yang dikemudikan Kapten Khalid (halaman 28). Semoga peristiwa tersebut lebih memotivasi kita untuk senantiasa mengingat Allah Ta'ala sampai kematian datang menjemput kita kapanpun dan dimanapun.

Hal lain yang pengen kubagi adalah ttg fatwa haram makan makanan yang disajikan secara prasmanan di restoran - "all you can eat". Fatwa oleh salah seorang ulama Arab Saudi tersebut dikeluarkan karena menurut beliau seorang muslim harus menentukan nilai dan kuantitas pada makanan yang akan dimakan sebelum membelinya... Wallahu a'lam.

Kisah lain seputar "all you can eat" yang kuambil dari pengalaman sang penulis buku "99 Cahaya di Langit Eropa" - Hanum Rais dan suaminya- itu (halaman 56). Sebuah restoran ala Pakistan di Austria yang benar-benar menerapkan slogan "All You Can Eat. Pay As You Wish. Makan Sepuasnya Bayar Seikhlasnya". Sebuah restoran yang menerapkan model bisnis "gila" yg menjungkir balikkan teori-teori ekonomi dan bisnis. Kenyataannya restoran itu benar-benar ada dan bertahan sejak tahun 2003. Menu yang disediakan pun sangat menggoda, sayur hanya disediakan sebagai pelengkap, selebihnya adalah daging halal yang komplit, pilihan kentang dan nasi putih panas, buah, dan aneka ragam pencuci mulut.

Sang pemilik restoran - Natalie Deewan - yakin dengan konsep ikhlas memberi dan menerima, yakin bahwa sisi terindah dari manusia yang sesungguhnya adalah kedermawanan. Aku setuju dengan sang penulis, sepertinya restoran model begini belum cocok untuk budaya Indonesia, belum ada sistem kejujuran atau pengendalian diri yang dicontohkan oleh sebagian besar pemimpin kita. Mereka mestinya serius dan konsisten meng-edukasi masyarakat dengan nilai-nilai luhur tersebut, sehingga suatu saat ada yang "berani" menerapkan restoran dengan model tersebut di sini. Atau saat ini mungkin sudah ada yang menerapkannya tapi aku belum mendengarnya..semoga saja.

Tulisan kali ini kututup dengan sebuah berita yang barusaja kudengar dari Radio Suara Surabaya saat perjalanan menjenguk anak sulungku di pondokannya tadi. Berita ttg kota Surabaya yang meraih penghargaan "City of the Future" Socrates Award 2014 dari Europe Business Assembly (EBA). Sebagai organisasi non pemerintah, EBA mempromosikan transformasi ekonomi praktis, pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan. EBA memandang berbagai permasalahan di Surabaya ditangani secara komprehensif. Indikatornya, intensitas banjir berkurang, kualitas udara membaik, sosial-pendidikan juga lebih baik, dan penanganan sosial dilakukan secara manusiawi.

Rencananya bu Risma akan diundang ke London untuk memaparkan secara lengkap tentang kota Surabaya, termasuk mengenai konstruksi. Seperti sosok Fatma - muslim asal Turki, sahabat Hanum Rais - yang mempunyai komitmen menjadi agen muslim yang baik saat harus tinggal di Austria mendampingi suaminya, maka kupikir Natalie Deewan dan bu Risma juga mempunyai komitmen tersebut.

Selamat buat bu Risma dan warga Surabaya, turut senang rasanya. Aku berharap apapun permasalahan politik yang baru dilalui oleh beliau, dan apapun hasil pemilu legislatif yang akan mewarnai kursi dewan kota Surabaya, tidak mempengaruhi pengabdian dan kinerja beliau beserta seluruh jajarannya.

Tidak ada komentar: