Ilmu neuroparenting yang diperoleh Ustadzah Euis dari dr. Amir Zuhdi, menekankan bagaimana cara menasehati atau mengasuh anak dengan 'memanfaatkan' kinerja bagian-otak.
Berikut ringkasan hasil kajian tersebut :
- Hati-hati dengan pola asuh yang salah pada anak-anak, karena bisa berdampak negatif saat mereka dewasa. Contoh kasus seorang mahasiswa jenius usia 14 thn di Harvard University menciptakan bom yang tdk dapat dideteksi oleh benda apapun, dan dengan tanpa rasa bersalah 'menguji coba' temuannya yang akhirnya menimbulkan banyak korban. Jenius tapi 'tidak dapat membedakan' hal baik dan hal buruk. setelah diteliti lebih lanjut, ternyata ada 'kontribusi' pola asuh yg salah dari ortu mahasiswa jenius tersebut.
- Ada 4 bagian otak yang dapat 'diaktifkan' untuk mengoptimalkan pengasuhan anak, yaitu :
- lobus insula = dengan metode bercerita/berkisah; misal ingin menasehati tentang pentingnya berbagi maka bisa dibacakan/dibelikan buku dg tema yang sama. (tiga per empat bagian Al Qur'an adalah dalam bentuk kisah.. masyaaAllah)
- ganglia basalis = dengan metode 'rutinitas'; misal ingin anak bisa disiplin sholat di awal waktu maka secara terus menerus selama 3 bulan ajak anak dan kondisikan lingkungannya untuk bisa segera sholat setelah adzan berkumandang. Jika ada 'bolong' sebelum mencapai 3 bulan, sebaiknya 'hitung mundur' lagi 'rutinitas' tersebut.. he he perlu 'komitmen tingkat tinggi' memang ya..
- neuron cermin = dengan metode 'berkaca' / teladan; pada dasarnya anak-anak seperti sponge yang gampang menyerap hal-hal di sekitarnya. kadang tanpa sadar kita juga ikut menularkan kebiasaan kurang baik pd anak" (niru sopo yo? he he); misal ingin anak mengurangi ketergantungannya pd handphone, maka sbg ortu perlu memberi contoh / menjadi teladan dulu bagi mereka, dengan cara juga membatasi 'pegang' hp terutama saat berinteraksi dg mereka.
- pre frontal cortex (pfc) = 'disentuh' dengan 3 cara yaitu : (a) latih anak berpendapat - jgn paksakan kehendak, hargai aspirasi anak, beri apresiasi kegiatan" mereka termasuk hal sederhana seperti nge-like posting/status 'positif' anak di sosmed; (b) jelaskan alasan logis aturan/larangan kita - bisa juga dengan memberikan referensi dari internet untuk menguatkan hal tersebut; dan (c) jangan 'disuruh' tapi beri pilihan - misal ingin anak terbiasa makan & minum dengan tangan kanan, kita bisa mengajak anak memilih "anak sholih makannya dengan tangan kanan atau atau tangan kiri ya?". Dengan cara" tersebut diharapkan anak bisa menjadi anak yang taat, bukan sekedar penurut.
- taat berarti paham mana yang baik mana yang buruk; ahlaq berarti kebiasaan baik yg 'muncul' secara spontan / otomatis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar