Istilah2 itu
ada di dalam buku antologi keren berjudul “Asyiknya Belajar di 5 Benua”. Mengutip kata
pengantar dari Prof.Dr.Haidar Putra Daulay, M.A. – guru besar UIN Sumut; membaca
buku yang ditulis oleh emak2 kontributor yg punya pengalaman menyekolahkan anak2nya di berbagai negara itu, kita
seakan-akan dibawa ikut serta dalam rihlah tarbiyah di berbagai negara
tersebut. Kita seakan dibawa mengembara dari timur sampai ke barat. Dari
pendidikan yang santai (tapi serius) di Swedia sampai yang sangat ketat di
Singapura, sehingga lahir istilah kiasu (saya harus lebih dari orang
lain). Belum lagi variasi cuaca di negara-negara tersebut, dari yang sangat ekstrim
dingin (hingga mencapai minus 27 derajat Celcius) di tanah Sivas-Turki, sampai
yang sangat panas di Dubai (47 derajat Celcius). Hmm.. seru isinya.
Kembali ke
istilah Menglish pada judul di atas – istilah itu merujuk pada istilah bahasa Melayu campur
English yang kebanyakan digunakan oleh orang Malaysia. Di salah satu sekolah
swasta dekat kampus UTM (Universiti Teknologi Malaysia) yang dikelola seorang
dosen Malaysia berkebangsaan Cina, memiliki guru yang tutur kata Bahasa Inngris
nya bagus (baca : tidak menggunakan Menglish). Sekolah tersebut juga sangat
menghargai anak-anak muslim, dengan cara mereka diberi kebebasan membawa
makanan dari rumah dengan alat makan dan botol minum yang tidak boleh bercampur
dengan temannya yang mayoritas anak Cina. Di Malaysia, sekolah dasar (Sekolah
Rendah) yang mendapat subsidi kerajaan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Sekolah
Kebangsaan Melayu, Cina dan Tamil / India – yang merupakan 3 suku mayoritas di
Malaysia. Sekolah Kebangsaan hanya diperuntukkan untuk warga negara Malaysia atau
warga asing dengan status sedang belajar. Namun warga asing lainnya bisa
mengajukan surat permohonan (istilah di Malaysia : surat rayuan ..hehe lucu ya) agar dapat belajar di sekolah
kerajaan, tentunya dengan beberapa pertimbangan. Di sana, SMK alias Sekolah
Menengah Kebangsaan (baca SMP dan SMA) berada dalam satu sekolah dan total
hanya 5 tahun, dan tidak ada lagi pemisahan antar suku.
Serius Tapi Santai (Swedia)
Swedia,
negara terdepan dalam hal inovasi dan sustainability, negara yang terkenal
dengan banyak produk unggulan diantaranya IKEA, Skype, Volvo atau Nobel Price,
ternyata memiliki budaya hidup ‘logom’ alias hidup secukupnya - “just
the right amount” , tidak ngoyo alias tidak malas juga, tidak kurang
tapi tidak berlebihan, pertengahan. Jadi ingat wahyu Allah dan sabda nabi
kita yang mulia, yang menyebut umat Islam adalah umat pertengahan. Budaya
‘logom’ itu juga tercermin dalam dunia pendidikan mereka. Kegiatan di sekolah
biasanya menekankan pada pembentukan kebiasaan dan rutinitas, kemandirian, tematic learning, dan selfservice skills
(misalnya melepas dan mengenakan sendiri perlengkapan winter-nya, makan dan
tidur sendiri, dll). Di tingkat preschool pengenalan huruf diajarkan dengan
cara santai - tidak ngoyo, satu huruf bisa diajarkan dalam hitungan bulan,
calistung (baca tulis hitung) mulai diajarkan secara formal di kelas nol nanti
(masa peralihan dari preschool ke sekolah dasar). Tidak aneh jika menemukan
anak kelas 3 SD yg belum bisa membaca. Pendidikan ditekankan pada pengembangan
karakter serta nilai-nilai etika dan moral, pendekatannya dilakukan pada tiap
individu. Urusan akademis tidak menjadi faktor utama. Tidak ada tes masuk sama
sekali untuk bisa memulai sekolah di sana, baik preschool maupun SD. Hampir
setiap hari ada kegiatan outdoor di
sekolah, tidak peduli musim panas ataukah musim dingin. Budaya literasi lebih
terasa di sana, padahal kemampuan membaca tidak didorong untuk sedini mungkin
dikuasai. Tidak hanya sekedar bisa membaca yang diinginkan, tapi bagaimana
seseorang bisa senang membaca. Membawa anak ke perpustakaan sejak kecil adalah
hal yang biasa di sana, bahkan perpustakaan kota punya area ramah bayi lengkap
dengan mainan dan full karpet. Swedia juga salah satu negara yang patut
dicontoh soal parental leave-nya,
menitipkan anak ke orang tua atau babysitter adalah hal yang tak lazim di sana.
Hal tersebut sedikit banyak juga dipengaruhi nilai kemandirian setempat. Selama
setahun pertama kelahiran anak, biasanya ortu akan bergantian menjaga anak di
rumah, hingga masanya anak bisa masuk preschool barulah mereka akan bekerja full
lagi. Sehingga disana tak aneh dijumpai
suami/ayah mendorong stroller tanpa ditemani istri, atau playdate para ayah tanpa ditemani istri.
Perang bintang (Turki)
Guru SD di
Turki memberlakukan Perang Bintang untuk memotivasi para murid agar semangat
dalam belajar membaca dan menulis. Sepuluh bintang pertama yang berhasil diraih
seorang murid, merupakan tanda kelulusan membaca. Momen tersebut akan dirayakan
dalam tradisi yang disebut Okuma Bayrami, dimana wali murid yang bersangkutan
menyediakan cake dan fruit juice kotak untuk dinikmati semua murid sekelas.
Setelah Okuma Bayrami, perang bintang belum selesai, jika berhasil meraih
bintang ke-20 mereka akan mendapatkan pita merah sebagai tanda keberhasilannya.
Pemberian bintang dan hadiah-hadiah kecil tapi bisa memberi motivasi, memang
perlu diberikan agar para murid lebih semangat belajar dan berlomba menggali
potensi dirinya. Oya papan tulis sekolah di sana yang asalnya blackboard, sejak
tahun 2015 telah diganti menjadi smartboard
yang terkoneksi dengan internet. Hmmm.. hal menarik lainnya di sana adalah
olahraga gulat menjadi olahraga yang sangat digemari kalangan pelajar, selain sepak
bola, tak terkecuali di provinsi Sivas – Turki yang terkenal dengan cuaca dinginnya
yang sangat ekstrim. Sekolah-sekolah di Sivas sering ditutup sementara, jika
suhu minus ekstrim mengunjungi mereka (bisa sampai minus 27 derajat Celcius..
masyaaAllah), dan dibuka lagi jika suhu agak membaik, misalnya “hanya” minus 15
derajat Celcius. Mirip dengan Indonesia, sekolah menengah atas di Turki juga
terdapat program sekolah menengah kejuruan, sekolah menengah agama, dan sekolah
menengah umum.
No Hat, No Play (Australia)
Di
Australia, kesehatan murid-murid menjadi salah satu bagian yang mendapat
perhatian khusus. Tidak hanya masalah imunisasi ataupun makanan sehat,
perlindungan dan pencegahan anak dari bahaya kanker kulit juga mendapat
perhatian yang serius. “No hat, no play” merupakan peraturan sekolah yang
melarang keras para murid bermain di playground atau ruangan terbuka jika
mereka tidak memakai topi. Sekolah juga memberi peringatan pada siswa untuk
mengenakan sunscreen ketika angka UV melewati batas aman. Pihak sekolah
mengharuskan tiap siswa membawa sunscreen sesuai jenis kulitnya dan mengajarkan
cara menggunakannya. Peraturan tersebut diterapkan karena tingginya angka
statistik penderita kanker kulit di sana. Seperti negara-negara maju lainnya,
di Australia dukungan untuk menumbuhkan minat dan day abaca sangat luar biasa.
Murid2 diberikan kebebasan membaca buku apa saja, selain buku pelajaran. Tema
membaca bebas disesuaikan dengan minat siswa, seringkali tugas2 yg diberikan
guru disesuaikan dgn bacaan yg disenangi anak. Setiap hari mereka membawa
pulang 1 buku dari perpustakaan sekolah untuk dibaca bersama ortunya. Pe er
hanya sesekali diberikan, biasanya pee r berupa tugas membaca. Menjelang akhir
term, ada satu tugas besar yang diberikan, misal membuat mini jurnal mengenai
hal yang disukai murid. Contoh membuat mini jurnal mengenai salah seorang
pemain sepak bola dunia, mulai dari awal meniti karir, klub yang diikuti,
sampai prestasi yang diperolehnya. Kegiatan lain yang disukai anak2 antara lain
Milo reading – membaca sambil menikmati secangkir coklat panas, Morning reading
– membaca dengan didampingi ortu sambil memperagakan cerita di dalamnya (untuk
murid year 1), dan Canteen volunteer – menjaga kantin melayani pembeli dan
diberi upah berupa voucher belanja di kantin. Sikap toleran terhadap murid
muslim juga patut diapresiasi. Sekolah menyediakan ruangan khusus yang sangat
layak untuk sholat, bahkan guru2nya juga mengingatkan waktu sholat.
Tidur siang di sekolah (Taiwan)
Ya betul..
murid2 di Taiwan diwajibkan tidur siang selama satu jam di kelas setiap hari
Selasa… Hmmm seperti budaya tidur siang di Spanyol (baca ini juga ya.. https://uce-indahyanti.blogspot.com/2018/04/siesta-qailulah-dan-ceria-ramadhan.html)
Setelah jam
makan siang, menyikat gigi dan membersihkan ruang kelas, murid2 diberi penutup
kepala berbentuk persegi empat yang multifungsi. Fungsi sebenarnya adalah
sebagai pelindung kepala saat keluar dari ruangan ke lapangan jika ada gempa
bumi. Namun sehari2 penutup kepala itu juga digunakan sebagai bantal kursi dan
bantal tidur siswa. Taiwan memang merupakan salah satu negara yang sering
mengalami gempa bumi. Setiap awal semester, dilaksanakan Earthquake and fire
rescue training dari pihak sekolah yang bekerjasama dengan fire department di
setiap kota. Pada saat tertentu, pihak sekolah tanpa pemberitahuan akan
membunyikan alarm bahaya sebagai latihan siaga pada anak2 dan guru2 saat jam
sekolah berlangsung… Jadi inget musibah
gempa di Lombok, semoga semua anak2 di Indonesia juga mendapat training tersebut.
Seorang guru SD di Taiwan akan menjadi walas selama dua tahun berturut2, dg begitu hubungan anak2 dan guru semakin dekat dan guru lebih memahami sifat msg2 anak. Semua murid di Taiwan mempunya nama Cina, termasuk murid2 pendatang, dan Bahasa Mandarin digunakan sebagai Bahasa pengantar di sekolah. Ada guru pendamping yang bisa Bahasa Inggris untuk mendampingi murid pendatang yang belum bisa berbasa Mandarin sama sekali. Para ortu / walmur di sana juga bisa menjadi volunteer di perpustakaan. Selain menambah keakraban antar ortu, hal tsb bisa menjadi ajang bagi ortu pendatang untuk melatih dan menambah kosakata Bahasa Mandarin-nya.
Seorang guru SD di Taiwan akan menjadi walas selama dua tahun berturut2, dg begitu hubungan anak2 dan guru semakin dekat dan guru lebih memahami sifat msg2 anak. Semua murid di Taiwan mempunya nama Cina, termasuk murid2 pendatang, dan Bahasa Mandarin digunakan sebagai Bahasa pengantar di sekolah. Ada guru pendamping yang bisa Bahasa Inggris untuk mendampingi murid pendatang yang belum bisa berbasa Mandarin sama sekali. Para ortu / walmur di sana juga bisa menjadi volunteer di perpustakaan. Selain menambah keakraban antar ortu, hal tsb bisa menjadi ajang bagi ortu pendatang untuk melatih dan menambah kosakata Bahasa Mandarin-nya.
Sementara itu yang bisa dibagi, sebenarnya masih banyak hal seru dan menarik seputar
belajar di negara lainnya yang diulas dalam buku tersebut. Seperti belajar di
AS, Mesir, Belanda, Ceko, Inggris, Jepang, Jerman, Kanada, Korea, UEA dan
Finlandia. Pada dasarnya banyak hal yang
juga telah dilaksanakan di sekolah-sekolah negara kita, hanya mungkin
intensitas dan efektivitasnya yang perlu ditingkatkan.
Secara umum berikut poin2 yang bisa
disimpulkan dari pendidikan dasar di banyak negara tersebut di atas :
- Kurikulum yang tidak terlalu banyak mata pelajaran
- Lebih banyak praktek diselingi outdoor activity
- Active and tematic learning
- Kegiatan2 ekstrakurikuler yang dikemas dan dikelola dengan serius tapi menyenangkan
- Pemberian reward yang penuh stimulus
- Penekanan pada attitude, kemandirian, ketrampilan hidup, dan sejenisnya
- Pendampingan guru dan pihak sekolah yang sangat mendukung anak2 untuk mengembangkan minatnya, tampil percaya diri dan juga kreatif
- Toleransi yang bagus pada murid2 muslim di negara minoritas muslim
- Program2 dan suasana yg sangat mendukung minat dan daya baca anak2
- Kegiatan parenting dan kegiatan lainnya yang melibatkan peran ortu di sekolah dan di rumah
- Administrasi masuk sekolah di luar negeri rata2 butuh dokumen dan hal2 berikut : paspor ortu dan anak, dokumen domisili ortu di negara tujuan belajar, bukti imunisasi anak, dokumen2 pendukung dari sekolah asal, dan tes penempatan.
Alhamdulillah.. rasanya banyak hal positif di atas juga sudah diterapkan di sekolah dasar si sulung dan si bungsu (SDIT Insan Kamil Sidoarjo). Dan yang juga penting... kami merasakan semua ustadz dan ustadzah-nya benar2 mendidik dari hati, dg cinta dan keteladanan.. jazaakumullahu khoiron katsiro .. semoga istiqomah dan membawa keberkahan.. aamiiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar