Jum’at, 21 Desember 2012, hari itu aku berkesempatan diskusi
panjang dengan Ustadzah April-guru anak bungsuku Hira- setelah menerima rapor
karakter semester satu.Ada hal yang membuatku harus segera intropeksi, yaitu cerita beliau tentang Hira yang suka mengambil peran sebagai “Ibu” saat
bermain atau berinteraksi dengan teman-temannya.
Awalnya Ustadzah April menanyakan siapa yang sering menemani Hira di rumah dan kemungkinan seringnya Hira menonton adegan drama keluarga atau iklan dan sejenisnya di televisi saat aku dan suamiku bekerja. Beliau lantas mengingatkanku tentang sifat dasar anak-anak yang mudah sekali meniru perilaku orang-orang yang sering ditemui atau dilihatnya.
Awalnya Ustadzah April menanyakan siapa yang sering menemani Hira di rumah dan kemungkinan seringnya Hira menonton adegan drama keluarga atau iklan dan sejenisnya di televisi saat aku dan suamiku bekerja. Beliau lantas mengingatkanku tentang sifat dasar anak-anak yang mudah sekali meniru perilaku orang-orang yang sering ditemui atau dilihatnya.
Gak lama berselang, aku juga dibuat ‘surprise’ oleh reaksi
anak sulungku Fadhil. Saat itu aku ‘komplain’ padanya karena dia nggak mau ngangkat
telepon rumah dengan alasan lagi makan. Sempet agak terpancing emosiku mendengar
alasannya, tapi kemudian aku terdiam saat dia bilang : “kan ibu yang ngasih
contoh kalau lagi makan gak usah angkat telepon” .........dieengng !
Kebetulan saat kejadian itu, anak sulungku sedang mengemasi
barang-barangnya untuk dibawa ke kampung Inggris di Pare-Kediri. Dia dan
beberapa temannya sudah lama punya rencana untuk menghabiskan liburan semester ini
dengan mengikuti paket kursus bahasa Inggris singkat di sebuah kampung di Pare
yang cukup terkenal itu.
Saat dia berkemas, aku berusaha menebus kekhilafanku, sambil membantunya menata baju dan barang bawaannya, kuberi dia dua buah amplop, yang satu untuk membayar kursusnya, dan satu lagi berisi uang sakunya. Kucoba memberi contoh kepercayaan padanya untuk mengelola uang sakunya sendiri selama liburan panjang kali ini. Dengan riang dia bilang dia akan memanfaatkan uang sakunya, selain untuk makan, beli pulsa, ke warnet, dia juga pengen nyewa sepeda biar bisa keliling kampung dan beli beberapa kaos murah meriah di distro yang banyak terdapat di kampung itu.
Saat dia berkemas, aku berusaha menebus kekhilafanku, sambil membantunya menata baju dan barang bawaannya, kuberi dia dua buah amplop, yang satu untuk membayar kursusnya, dan satu lagi berisi uang sakunya. Kucoba memberi contoh kepercayaan padanya untuk mengelola uang sakunya sendiri selama liburan panjang kali ini. Dengan riang dia bilang dia akan memanfaatkan uang sakunya, selain untuk makan, beli pulsa, ke warnet, dia juga pengen nyewa sepeda biar bisa keliling kampung dan beli beberapa kaos murah meriah di distro yang banyak terdapat di kampung itu.
Yah..itulah kami-para orang tua- yang masih perlu selalu
diingatkan tentang sifat anak-anak- sang plagiat nomer satu !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar